Jadi ya selama ini saya tidak menerima apa-apa, sebab dua presiden yang memperhatikan saya dan kawan-kawan adalah Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono,"
Surabaya (ANTARA News) - "Orang jujur itu sulit dicari, kalau dulu zaman saya, pencuri itu dari bawah, kalau sekarang pencuri itu dari atas, sehingga dapatnya banyak," ucap Kapten Moekari, salah seorang veteran perang pada masa Agresi Militer Belanda II.

Pesan itu diucapkan Moekari usai mengamati satu demi satu foto perjuangan yang ditampilkan di pameran foto Perum LKBN Antara di Galeri House Of Sampoerna, Surabaya yang bertajuk "70 Tahun Histori Masa Depan".

Menurut Moekari, foto-foto tersebut sangat biasa karena memang itu yang terjadi di saat peperangan melawan penjajah, dan dirinya mengaku benar-benar merasakan aroma perjuangan melalui foto yang ditampilkan.

Moekari bercerita, dirinya sempat dikira mati usai Agresi Militer Belanda II di Pabrik Gula Pagutan, Madiun, Jawa Timur, tahun 1949, namun akhirnya bisa selamat setelah beberapa warga membawanya ke rumah sakit.

Moekari tergeletak tak berdaya di sekitar Pabrik Gula Pagutan, dan warga bersama pasukan republik datang memindahkannya ke desa terdekat, kemudian dibawa ke rumah sakit Madiun.

Dalam perjalanan, namanya diganti menjadi Slamet untuk mengelabui Belanda, sebab polisi rahasia penjajah menguasai rumah sakit dan mengancam akan membunuh, sehingga identitas Moekari disembunyikan diam-diam oleh dokter rumah sakit yang membela Republik.

Upaya itu bukan tanpa alasan, karena Moekari adalah bagian dari 15 Pasukan Polisi Istimewa di bawah komando Komjen Pol Moehammad Jasin yang sangat dicari Belanda.

Moekari mengaku sangat bersyukur bisa selamat dan hidup dari bombardir serangan Belanda di Pabrik Gula sebab saat itu kepungan tembakan tak henti-hentinya dilakukan musuh dari berbagai sudut, bahkan dia mengaku menyaksikan di depan mata rekannya gugur satu per satu.

"Pertahanan Pabrik Gula yang kami tempati sangat kuat, namun akibat serangan dari udara saya akhirnya terpaksa melompat dan tertembak serta tidak sadarkan diri," tuturnya.

Moekari saat itu juga mengaku prihatin, karena ada pasukan lain pribumi yang sengaja memberitahu persembunyian pejuang dan mau menjadi antek Belanda.

Bahkan, sengaja membantu penjajah menyeleksi mana warga biasa dan mana yang pejuang untuk dibunuh, serta menginformasikan kepada penjajah siapa-siapa saja yang menjadi pasukan khusus pemberontakan Belanda.

"Saat itu saya bersama 15 pejuang lainnya menjadi bagian dari komando Pak Moehammad Jasin, dan tetap berpegang teguh, tegas berjuang demi Indonesia, sehingga kami menjadi salah satu target untuk dicari," katanya.

Selang beberapa tahun setelah Indonesia merdeka usai perjanjian Konferensi Meja Bundar, Moekari kemudian bergabung dengan Polisi Istimewa yang merupakan cikal bakal Brigade Mobil (Brimob). Dan pensiun dengan pangkat terakhir Kapten Polisi pada 1984,

Setelah tidak terjadi lagi peperangan itulah, Moekari mengaku banyak pasukan yang dulunya tidak nyata ikut membela negara malah mendapatkan pangkat dan jabatan yang lebih baik.

"Saya tahu dan kenal mereka yang dulu tidak ikut berjuang atau bahkan jadi antek Belanda. Tapi saya diam saja dan biarkan saja," ucap Moekari yang sewaktu penjajahan Jepang menjadi target untuk dijadikan pasukan berani mati negeri Matahari Terbit itu.

Kini, Moekari sudah menjadi veteran dan hanya bisa mengenang masa perjuangannya, serta berbangga negaranya yang dia bela sudah ramai dipenuhi penduduk.

"Indonesia sekarang ramainya bukan main, manusianya tambah banyak, namun tindakannya seperti itulah, maaf ya, orang jujur itu sulit dicari," ucapnya.

Oleh karena itu, dia berpesan agar pemuda saat ini lebih berpendidikan dan bertindak jujur serta tegas, dan jangan pilih kasih, seperti pejuang yang dulu tegas membela negara, dan apabila salah harus "digasak".



Tunjangan Cacat

Moekari menjadi salah satu pasukan khusus pimpinan Pahlawan Nasional Komjen Pol Moehammad Jasin yang hingga kini masih hidup, namun demikian tubuhnya tidak utuh seperti manusia pada umumnya.

Sebab, kaki kirinya diamputasi karena sebelumnya ada peluru yang tertanam selama lebih dari 50 tahun lalu, sehingga apabila berjalan kini menggunakan kaki palsu sumbangan dari Kodam V/Brawijaya.

Di sisa umurnya, Moekari mengaku ingin bertemu Presiden Joko Widodo dan meminta dicairkannya dana tunjangan cacat bagi dirinya dan kawan seperjuangannya di Korps Cacat Veteran.

"Kalau saya bertemu presiden, saya minta tunjangan cacat dan kenaikan pangkat veteran. Jadi ya selama ini saya tidak menerima apa-apa, sebab dua presiden yang memperhatikan saya dan kawan-kawan adalah Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)," katanya.

Ia mengatakan, pada kepemimpinan Soeharto, Moekari mendapatkan bantuan rumah, sedangkan saat Presiden SBY bersama rekannya mendapatkan Dana Kehormatan sebesar Rp750 per bulan.

Ia berharap, pimpinan negeri ini bisa lebih memperhatikan nasib veteran dan para pejuang, meski diakui Moekari sebagian besar rekan-rekannya tidak terlalu menuntut lebih dari pemerintah, karena kemerdekaan yang diraih adalah bagian dari anugerah terbesar dari segala materi yang dia terima.

Sementara itu, pameran foto yang digelar Perum LKBN Antara di Galeri House Of Sampoerna, Surabaya, Jawa Timur, diadakan untuk menyemarakkan Hari Pahlawan hingga 29 November 2015.

Pameran itu menampilkan 70 koleksi foto, dengan rincian 90 persen foto kategori "langka" yang merupakan koleksi dari museum Belanda, serta gabungan karya fotografer IFOS pada Agresi Militer Belanda I dan II pada tahun 1945 sampai tahun 1950.

Serta juga menampilkan 13 foto detik-detik Proklamasi yang jarang dijumpai di sejumlah media nasional karya Soemarto Frans Mendur.

Oleh Abdul Malik Ibrahim
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015