Kasus Siyono merupakan pengulangan yang pernah terjadi sebelumnya, yaitu kematian seorang terduga teroris di luar proses hukum dan pengadilan serta adanya penyiksaan
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan terdapat dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 dalam penanganan terduga teroris asal Klaten, Siyono.

"Kesimpulan Komnas HAM dalam penyelidikan kematian Siyono adalah diduga ada pelanggaran hak tidak disiksa dan hak hidup yang sama sekali tidak bisa dikurangi oleh siapa pun," kata Ketua Komnas HAM M Imdadun Rahmat kepada Komisi III DPR di Jakarta, Selasa.

Imdadun mengatakan kesimpulan tersebut diambil setelah Komnas HAM menemukan beberapa fakta terkait kematian Siyono. Fakta pertama yang ditemukan adalah jenazah Siyono baru diautopsi pertama kali oleh tim dari PP Muhammadiyah yang didampingi Komnas HAM.

Fakta tersebut, kata Imdadun, bertentangan dengan pernyataan pihak polisi sebelumnya yang menyatakan bahwa jenazah Siyono sudah pernah diautopsi dan penyebab kematiannya adalah lemas karena kelelahan.

"Komnas HAM menemukan fakta terdapat tanda-tanda kekerasan berupa patah tulang rusuk di dada Siyono. Kami menemukan penyebab kematian Siyono adalah rasa sakit akibat patah tulang rusuk yang menembus jantung," tuturnya.

Fakta penyebab kematian yang ditemukan Komnas HAM tersebut, bertentangan dengan pernyataan dari kepolisian tentang penyebab kematian Siyono.

Komnas HAM juga menemukan tidak ada tanda-tanda perlawanan yang dilakukan, ditandai dengan tidak adanya bekas luka di tangan Siyono. Fakta tersebut lagi-lagi berbeda dengan keterangan polisi bahwa Siyono melakukan perlawanan.

"Kasus Siyono merupakan pengulangan yang pernah terjadi sebelumnya, yaitu kematian seorang terduga teroris di luar proses hukum dan pengadilan serta adanya penyiksaan," katanya.

Komisi III DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan Komnas HAM, Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dan Kontras tentang kematian Siyono pada Selasa.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016