Beijing (ANTARA News) - China menunjukkan kemarahannya, Rabu, setelah pejabat tinggi Inggris menyatakan putusan Arbitrase Internasional, yang diperkirakan keluar dalam beberapa bulan atas gugatan Filipina terhadap pengakuan China di Laut China Selatan, harus bersifat mengikat.

Menteri Sekretaris Negara Inggris, yang bertanggung jawab atas Asia Timur, Hugo Swire, juga mengatakan bahwa Inggris melihat putusan Pengadilan Arbitrase di Den Haag, Belanda, itu sebagai kesempatan bagi China dan Filipina membarui dialog atas sengketa wilayah mereka.

China mengklaim secara keseluruhan Laut China Selatan dan menolak kewenangan pengadilan penangan perkara itu, yang secara luas diperkirakan mendukung Filipina, meningkatkan ketegangan di jalur pelayaran strategis tersebut.

"Tanggapan Tuan Swire tersebut mengabaikan fakta, sangat diskriminatif, dan sepihak, serta secara serius bertentangan terhadap janji Inggris untuk tidak berpihak," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, dalam taklimat harian.

"Kami sangat tidak puas," kata perempuan tersebut.

"Ketegangan di Laut China Selatan merupakan kesalahan Amerika Serikat dan Filipina, bukan China, karena kapal dan pesawat AS semakin sering muncul di kawasan tersebut," kata Hua.

Dia berulangkali menyatakan bahwa China tidak akan menerima dan berpartisipasi dalam gugatan di Arbitrase Internasional tersebut dan hal itu merupakan pelanggaran hukum internasional.

Pengadilan itu diperkirakan mengeluarkan putusan pada akhir Mei atau awal Juni.

Pada Februari, AS dan Uni Eropa, yang di dalamnya ada Inggris, mengingatkan China agar menghormati putusan dari Den Haag. Pihak pengadilan tidak memiliki kekuatan penegakan hukum dan putusan telah diabaikan sebelumnya.

Inggris memprioritaskan pembangunan hubungan ekonomi dengan China dan menyambut kunjungan kenegaraan Presiden Xi Jin-ping pada Oktober lalu sehingga kritikus terkemuka menganggap hal itu hanya memberikan keuntungan finansial jangka pendek atas hak-hak asasi kemanusiaan dan kepentingan keamanan.

Hal itu membingungkan pemerintah AS pada saat menjadi negara pertama non-Asia dan anggota pertama negara-negara ekonomi maju G-7 untuk bergabung dengan bank pembangunan Asia yang disokong China dianggap Washington sebagai pesaing yang tidak disukai lembaga-lembaga bentukan Barat seperti Bank Dunia.

Lebih dari 5 triliun dolar AS nilai perdagangan dunia melintasi Laut China Selatan setiap tahun. Selain China, beberapa negara yang juga mengajukan klaim di wilayah itu adalah Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.

Sebelumnya, Arbitrase menerima gugatan Filipina terkait sengketa batas wilayah di Laut China Selatan. Keputusan tersebut menggugurkan upaya China yang menuntut kasus itu tidak ditangani lembaga internasional, demikian Reuters.

(Uu.M038)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016