Jakarta (ANTARA News) - Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri memperkirakan harga minyak dunia dalam jangka pendek maupun jangka panjang tetap berkisar 40 sampai 60 dolar AS per barel.

"Harga minyak itu dalam jangka pendek dan jangka panjang mungkin akan tetap pada level 40 sampai 60 dolar AS per barel. Kenapa? Karena negara-negara di Timur Tengah itu tidak kuat kalau harga minyaknya terus di bawah 40 dolar AS per barel," kata Chatib dalam acara "Citi Indonesia Market Outlook 2016" di Jakarta, Kamis malam.

Ia menjelaskan baru pertama kali Arab Saudi harus utang, karena pendapatan dari minyaknya jatuh dan di sisi lain pengeluaran untuk subsidinya masih cukup besar.

"Arab Saudi juga sudah mencabut subsidi dan ini dilakukan karena harga minyaknya murah, mirip seperti Indonesia tahun lalu," tuturnya.

Namun, di sisi lain, kata dia, apabila harga minyak di atas 60 sampai mendekati 70 dolar AS per barel, maka shale gas bisa berproduksi dan tentu negara-negara di dalam OPEC tidak menginginkannya.

"Kalau shale gas produksi, itu akan jadi kompetitor dari oil jadi mungkin dalam jangka panjang harga minyak dunia ada pada kisaran sekitar 40 sampai 60 dolar AS per barel, tetapi dalam jangka pendek itu bisa naik apalagi, misalnya, ada berita bahwa cadangan AS menipis tiba-tiba, harga minyaknya bisa naik sebentar tetapi kemudian kembali turun lagi," ujarnya.

Terkait imbasnya dengan Indonesia, Chatib menyatakan efeknya terjadi pada "threat balance" subsidi kita.

"Karena harga minyaknya juga rendah, maka subsidinya juga tidak ada tentu efeknya kepada impor migasnya jauh lebih kecil. Namun, di sisi lain dengan harga minyak yang rendah eskpor kita juga kecil, saya tidak terlalu khawatir dengan isu current account sampai dua tahun dari sekarang karena isu dari current account datangnya dari infrastruktur bukan dari minyak," ucap Chatib.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016