Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Putih Sari sangat menyayangkan beredarnya vaksin palsu dan menilai pemerintah kecolongan terbukti peredaran vaksin palsu sudah berlangsung belasan tahun dan masuk ke fasilitas kesehatan milik pemerintah seperti Puskesmas.

"Ini merupakan permasalahan yang serius karena dampak dari vaksin palsu yang kebanyakan dari jenisnya diperuntukkan untuk balita, pasti mempengaruhi kesehatan anak-anak generasi penerus bangsa," kata anggota komisi IX DPR Putih Sari kepada wartawan di Jakarta, Sabtu.

Peredaran vaksin palsu untuk balita ini dibongkar Penyidik Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Setelah diselidiki, sindikatnya telah memproduksi vaksin palsu sejak tahun 2003 dengan distribusi di seluruh Indonesia. Namun hingga saat ini, penyidik baru menemukan barang bukti vaksin palsu di tiga daerah, yakni Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

Lebih lanjut Putih Sari memuji kesigapan aparat kepolisian membongkar peredaran vaksin palsu ini dan menangkap pelakunya. Setelah melakukan penyelidikan, Selasa (21/6) , penyidik kepolisian menggeledah enam tempat yaitu apotek dan rumah di kawasan Bekasi, Jawa Barat, dan langsung menangkap beberapa orang pelakunya.

Meski demikian, Putih Sari menyatakan, dampak vaksin palsu harus segera diteliti dan diumumkan ke masyarakat supaya tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat.

"Masyarakat jangan sampai resah karena vaksin palsu ini," kata politisi Partai Gerindra dari daerah pemilihan Jawa Barat ini.

Menurut Putih, Kementerian Kesehatan bukan hanya menelusuri sejauh mana peredaram vaksin palsu, tapi juga harus meneliti lebih lanjut dampak penggunaan vaksin palsu tersebut. Selain itu pemerintah juga wajib memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat efek samping yang timbul dari vaksin-vaksin palsu tersebut.

"Pemerintah harus segera bertindak serta bertanggung jawab dalam penanggulangannya," kata Putih Sari. 

Pewarta: Jaka Suryo
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016