Jakarta (ANTARA News) - Pelaksana tugas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Tengku Bahdar Johan mengatakan pihaknya sudah tidak pernah disertakan dalam pengawasan pengadaan sediaan farmasi sejak 2014.

"Sebelumnya memang sulit untuk mengawasi sediaan farmasi, termasuk vaksin. Terlebih BPOM sejak 2014 dibatasi untuk mengawasi vaksin di tahap pengadaan," kata Bahdar di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan terdapat sejumlah peraturan yang membatasi BPOM untuk mengawasi farmasi. Di antara peraturan itu adalah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik.

Selanjutnya, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Dan terakhir, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

Bahdar mengatakan pihaknya sudah mengantongi nama fasilitas kesehatan yang diduga terlibat dalam mengedarkan vaksin palsu. Dari sejumlah nama itu merupakan rumah sakit swasta dan klinik nonpemerintah.

Kendati demikian, dia enggan merinci nama-nama fasilitas kesehatan itu karena publikasi nama faskes tersebut harus dikoordinasikan dengan instansi pemerintah lain, seperti Kementerian Kesehatan.

Bahdar hanya menyebut terdapat 28 lebih fasilitas kesehatan yang diduga menggunakan vaksin palsu. Jumlah nama itu dapat bertambah sesuai pengembangan penyidikan kasus di Bareskrim Polri.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016