Karawang (ANTARA News) - Arya Permana, bocah berusia 10 tahun asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat, tiba-tiba terkenal karena memiliki berat badan yang tidak biasa.

Sejak beberapa bulan terakhir, anak dari pasangan Ade Somantri (42) dan Rokayah (37) seringkali didatangi jurnalis dari media lokal dan nasional. Jurnalis asing juga tidak mau ketinggalan meliput bocah yang terakhir dikabarkan seberat 190 kilogram itu.

"Wah, saya tidak menghitung sudah berapa wartawan yang datang ke rumah. Karena sudah sangat banyak wartawan yang datang," kata Ny Rokayah, ibu Arya, saat ditemui Antara, di Karawang.

Orang tua beserta keluarga Arya tidak menyangka kalau anaknya bisa menjadi terkenal, sampai diliput berbagai media nasional dan internasional.

Asumsi tidak menyangka itu, karena rumahnya yang berlokasi di Kampung Pasir Pining, Desa Cipurwasari, Kecamatan Tegalwaru, Karawang itu merupakan wilayah perdesaan. Jaraknya cukup jauh dari perkotaan, mencapai sekitar 30 kilometer.

"Si Arya sudah seperti selebritis, muncul di televisi dan koran-koran...," katanya.

Arya kini baru berusia 10 tahun dan harus berhenti sekolah karena berat badannya yang over. Untuk anak seusia Arya, semestinya berat badannya sekitar 30 hingga 50 kilogram.

Tetapi Arya memang jauh berbeda dari anak-anak seusianya. Ia tidak bisa bermain-main dan beraktivitas seperti anak seusianya akibat berat badan yang mencapai ratusan kilogram.

Akibat berat badannya yang berlebihan, Arya hanya mampu berjalan sejauh sekitar 30 meter dan sulit untuk berdiri, berjalan, dan berpakaian sendiri. Dalam kesehariannya, Arya hanya bisa tidur dengan posisi telungkup.

Pada awalnya, sebelum ditimbang, berat badannya diperkirakan mencapai 140 kilogram. Tetapi setelah ditimbang untuk pertama kalinya, berat badannya diketahui mencapai 192 kilogram.

Kemudian setelah menjalani diet, sekitar dua pekan setelah ditimbang pertama itu, berat badan Arya turun menjadi 188 kilogram. Lalu naik lagi berat badannya menjadi 190 kilogram saat dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada Senin (11/7).

Arya dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung untuk mendapat perawatan medis, karena berat badannya yang tidak biasa. Kali ini, Pemerintah Kabupaten Karawang memfasilitasi perawatan Arya di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Kedatangan Arya ke RSHS Bandung untuk berobat bukan yang pertama kali. Sebelumnya, pada 11 Juni 2015, bocah kelas 4 Sekolah Dasar ini juga pernah berobat ke Poli Gizi RSHS Bandung. Arya harus dibawa ke RSHS Bandung atas rujukan dari Puskesmas setempat.

Setelah menjalani seluruh pemeriksaan medis di rumah sakit tersebut, Arya pulang karena keluarganya harus mengurus BPJS, dan baru kembali lagi ke RSHS Bandung pada 2 Juli 2016. Kedatangan Arya ke RSHS Bandung selama beberapa kali itu ialah untuk berobat atas keluhan utama berat badan yang terus meningkat.

Untuk kedatangannya ke RSHS Bandung pada Senin (11/7), Arya bersama keluarga didampingi Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana. Pihak RSHS Bandung juga telah berkomunikasi dengan keluarga dan instansi terkait berkenaan dengan rencana perawatan Arya itu.

Pihak RSHS sendiri telah menyiapkan Tim Penanganan Pasien Arya tersebut, Tim diketuai oleh dr.Djulistyo TB.Djais, SpA (K).

Tim itu berjumlah 13 orang yang terdiri atas beberapa divisi. Diantaranya Gizi anak, Endokrin anak, tumbuh kembang anak, Patologi Klinik, Radiologi, Bedah anak, Ortopedi, Psikiatri anak, Gizi, dan Rehabilitasi Medik.

Di RSHS Bandung, penanganan Arya jauh berbeda dengan pasien pada umumnya. Selain harus dibentuk tim dokter, perlakuan terhadap Arya di rumah sakit itu juga cukup jauh berbeda dengan pasien pada umumnya.

Jika pasien biasa dirawat diatas ranjang yang berada di sebuah ruangan, berbeda dengan perlakuan Arya. Selama di RSHS Bandung, bocah ini hanya disediakan kasur secara lesehan atau tanpa ranjang.

Itu dilakukan karena Arya kesulitan naik ke atas ranjang, dan juga dikhawatirkan ranjang itu bisa "jeblos" karena Arya memiliki berat badan yang tidak biasa. Arya dirawat di Gedung Kemuning, Ruang Kenanga Lantai II RSHS Bandung.

Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pemerintah Hasan Sadikin Bandung dr Ayi Djembarsari MARS menyatakan, pihaknya akan berupaya memberikan layanan medis yang terbaik untuk Arya Permana, bocah obesitas (kegemukan).

"Kami akan berupaya mengembalikan bobot ideal anak AP, tentunya ini tidak akan mudah dan membutuhkan proses yang lama karena kami harus menghilangkan ibaratnya sekitar 3/4 bobot yang ada pada tubuh pasien anak AP ini," kata dia.

Ketua Tim Dokter Rumah Sakit Umum Pemerintah Hasan Sadikin Bandung (RSHS) yang menangani Arya Permana, yakni dr Julistyo TB, mengatakan, berat badan Arya sebenarnya cukup berbahaya untuk anak seusianya jika tidak ditangani dengan baik oleh bantuan medis.

"Kasus kegemukan ini pada dasarnya adanya ketidakseimbangan energi terhadap pemakaiannya," katanya.

Idealnya, untuk anak seusia Arya, dengan tinggi badan sekitar 1,47 meter, maka berat badannya mencapai sekitar 50 kilogram. Tetapi sekarang, berat anak itu mencapai 190 kilogram.

Meski demikian, kata dia, kondisi medis Arya saat dilakukan pemeriksaan terhadap pada 2 Juli 2016 dinyatakan sehat.

"Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratoriumnya, alhamdulillah masih dalam batas aman. Jadi dari pemeriksaan jantung, paru-paru tidak ada masalah, nampaknya gemuknya hanya menumpuk di bawah kulit. Kita akan cari penyebabnya apakah hormonal atau bagaimana," kata dia.

Direktur Medik dan Keperawatan RSHS Bandung, dr Nucki Nursjamsi Hidayat, menyatakan, rencananya tim dokter penanganan pasien Arya Permana akan menyelidiki penyebab pasti yang membuat bocah tersebut menderita obesitas hingga 190 kilogram.

Selain itu, tim dokter juga akan mengatur program diet agar berat badannya bisa turun menyentuh berat ideal dari Arya Permana. Termasuk akan mengedukasi keluarganya, karena kalau program yang diberikan di rumah sakit tidak dilanjutkan di lingkungan keluarganya, maka penanganan selama di rumah sakit akan sia-sia.

Saat ditemui di Karawang, sebelum berangkat ke RSHS Bandung, ibu Arya, Ny Rokayah, mengatakan, pihak keluarga menginginkan agar kondisi Arya bisa normal. Sebab, hanya dengan kondisi normal, anaknya bisa melakukan aktivitas seperti anak-anak seusianya.

Tidak seperti sekarang ini, Arya tidak bisa bermain-main dengan anak-anak sebayanya, dan lebih parahnya tidak bisa melanjutkan pendidikannya akibat sulit berjalan ke sekolah.

Rokayah mengaku selalu menangis setiap melihat anaknya sulit beraktivitas. Apalagi mengingat masa-masa anaknya masih bersekolah dengan prestasi yang cukup bagus.


Sempat Berbadan Kurus, Minum Vitamin

Masa kanak-kanak Arya sepertinya harus terenggut dengan kondisi badannya yang semakin gemuk. Padahal bocah seberat 190 kilogram itu sangat rindu bermain bersama anak-anak seusianya, seperti main bola dan lain-lain.

"Dede ingin sekolah. Ingin bermain bola bersama teman-teman dan mancing di sungai," kata Arya, bocah obesitas asal Karawang saat ditanyakan mengenai keinginannya di tengah berat badannya yang over.

Saat berada di rumahnya, sehari-hari Arya hanya berada di atas kasur di ruangan tengah rumahnya. Ia menghabiskan waktu dengan menonton

televisi dan hanya memainkan "game" di handphone. Arya tidak bermain dengan sebayanya, karena sulit berjalan apalagi sampai berlari-larian.

Bahkan, anak ini harus berhenti sekolah karena berat badannya yang over membuat dia sulit berjalan ke sekolah. Selain itu, tidak ada seragam Sekolah Dasar yang bisa dipakai oleh Arya karena badannya sangat besar. Bahkan, pakaian orang dewasa-pun tidak muat jika dipakai oleh Arya.

Anak kedua hasil pernikahan Rokayah dan Ade Somantri itu sebenarnya lahir dengan berat badan normal, seberat 3.8 kilogram. Bahkan, Arya sempat diberi vitamin karena bobot badannya terlalu kecil.

Sesuai dengan pengakuan Rokayah, Arya mulai gemuk sejak usia dua tahun. Awalnya, peningkatan berat badan Arya dianggap sebagai tanda sehat, jadi kedua orang tua Arya itu tidak terlalu khawatir.

Menurut Rokayah, pola makan Arya sebenarnya seperti anak-anak yang lain. Sehari makan dua kali, terkadang tiga kali.

Saat kecil Arya layaknya anak-anak biasa. Namun pada saat balita ia pernah kesulitan buang air besar. Kemudian dibawa ke dokter untuk diperiksa. Saat itu, dokter memberikan obat dan vitamin, karena Arya susah makan.

Berat badan Arya mengalami kenaikan drastis memasuki usia empat hingga lima tahun. Namun yang parah itu, umur 8 sampai sekarang kenaikan tubuhnya meningkat drastis.

"Dahulu kami senang melihat dia (Arya) semakin sehat. Tapi beberapa tahun kemudian, ternyata dia semakin besar dan beratnya sulit dikendalikan. Akhirnya kami sadar dan mulai khawatir atas pertumbuhannya," kata dia.

Mulai saat itulah, pihak keluarga memutuskan untuk kembali memeriksakan anaknya ke dokter. Hasil pemeriksaan itu, dokter menyimpulkan Arya baik-baik saja. Meski demikian, berat badan Arya terus meningkat hingga akhirnya harus "bolak-balik ke RSHS Bandung untuk menjalani pemeriksaan.

Sebelum menjalani perawatan medis di RSHS Bandung, Arya bisa makan hingga lima kali dalam sehari.

Berat badan Arya 190 kilogram diakui pihak keluarga tidak membuat Arya manja, karena aktivitas sehari-hari termasuk buang air kecil dan buang air besar dilakukan sendiri ke kamar mandi, tanpa bantuan orang lain.

"Kalau duduk dia masih bisa, cuma ya itu tadi, kalau jalan suka mengeluh sesak nafas," kata dia.

Kini pihak keluarga berharap agar penanganan medis RSHS Bandung bisa berhasil dan mampu mengembalikan Arya seperti anak-anak normal seperti pada umumnya.

Oleh M. Ali Khumaini
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016