Hanoi (ANTARA News) - Banyak sektor industri di Vietnam, khususnya bidang teknik, teknologi informasi (IT), kesehatan, tekstil dan produksi alas kaki, belum lama diprediksi akan mengalami kekurangan tenaga kerja pada beberapa tahun mendatang.

Pemerintah Vietnam dalam Strategi Pembangunan Industri pada 2025 sampai 2035 akan memprioritaskan pengembangan tiga bidang usaha, diantaranya industri pengolahan dan manufaktur, elektronik dan komunikasi, serta energi baru dan terbarukan.

Strategi itu akan menyasar sektor penting, termasuk bidang pelistrikan, eksplorasi dan pengolahan mineral, produksi bahan konstruksi, pengolahan hasil kehutanan dan budidaya produk perairan, makanan-minuman, bahan kimia, garmen-tekstil, alas kaki, elektronik, IT, bidang mekanika, metalurgi, dan perminyakan.

Rencana itu menunjukkan banyaknya kesempatan tersedia bagi para pencari kerja.

Bidang teknik dan teknologi dinilai sebagai usaha yang membuka penerimaan tenaga kerja tertinggi sebanyak 35 persen. Jumlah itu diikuti sektor ekonomi, keuangan, perbankan, serta hukum dan administratif sebanyak 33 persen. Urutan selanjutnya diisi oleh industri ilmu pengetahuan alam senilai tujuh persen, dan bidang lainnya tiga sampai lima persen.

Merujuk data Organisasi Buruh Internasional (ILO), jumlah lapangan kerja di Vietnam diproyeksi meningkat hingga 14,5 persen pada 2025. Peningkatan itu terjadi berkat keterlibatan Vietnam dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Tidak hanya itu, aliran investasi asing langsung (FDI) juga diprediksi meningkat, khususnya dalam sektor manufaktur, IT, industri produksi dan pengolahan pangan, utamanya jika perjanjian Kerjasama Trans-Pasifik (TPP) resmi ditandatangani.

Sektor lain seperti tekstil, produksi alas kaki, kerajinan tangan, elektronik, kayu dan mebel, berikut pengolahan produk perairan juga diproyeksi ikut berkembang. Alhasil, sektor itu diharapkan dapat membuka banyak lapangan kerja.

Pusat Informasi dan Proyeksi Kebutuhan Pekerja (FALMI) di Kota Ho Chi Minh mengungkap, beberapa sektor usaha baru akan terbentuk akibat adanya industrialisasi, modernisasi, dan integrasi pasar internasional.

Data statistik awal menunjukkan, sektor IT paling banyak membutuhkan pekerja ahli. Alhasil ada semacam paradoks, karena banyak lapangan kerja membutuhkan tenaga ahli, tetapi jumlah angkatan kerja yang menguasai bidang tersebut dikabarkan menganggur.

Para perekrut menilai, situasi itu terjadi karena angkatan kerja Vietnam masih menghadapi sejumlah masalah, diantaranya kompetensi pegawai yang profesional, kemampuan bahasa asing, serta etos kerja. Hambatan tersebut dinilai dapat menghambat proses penyerapan tenaga kerja lantaran kalah berkompetisi dengan pekerja asing, khususnya jika Vietnam telah bergabung dalam TPP dan MEA, demikian OANA melaporkan.

(KR-GNT)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016