Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta meninjau ulang pembatasan waktu rekam data Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) karena proses itu tidak mudah.

Hal itu diungkapkan Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM) Sukamdi di Yogyakarta, Kamis.

"Tenggat waktu yang ditetapkan pemerintah memang bertujuan untuk mendorong inisiatif warga, namun masalah perekaman data e-KTP tidak sederhana," ujarnya.

Ia mengatakan permasalahan e-KTP semata-mata bukan masalah inisiatif, namun beragam persoalan lain yang kerap dijumpai.

Misalnya, kata dia, alat rekam e-KTP yang rusak, minimnya ketersediaan blangko, hingga kualitas layanan yang diberikan petugas pencatatan administrasi kependudukan.

Ia menjelaskan langkah pemerintah dengan memberikan kemudahan prosedur perekaman e-KTP memang perlu diapresiasi. Cukup dengan membawa fotokopi kartu keluarga (KK) tanpa menyertakan surat pengantar dari RT, RW, kelurahan atau desa, dan warga bisa langsung merekam data kependudukannya.

"Tetapi, aturan dari pusat ini belum tentu bisa diterapkan dengan baik di masing-masing kabupaten/kota. Masih ada yang mengeluhkan soal prosedur layanan. Oleh karena itu adakah jaminan layanan prima dari pemerintah bagi warga yang datang merekam," katanya.

Ia mengungkapkan terbitnya surat edaran Mendagri dinilai bukan kebijakan solutif bagi penataan basis data kependudukan. Bahkan, kata dia, surat edaran itu cenderung membingungkan.

Di satu sisi, lanjutnya, ada tenggat waktu dan pernyataan pemerintah bahwa tidak akan ada sanksi. Namun, di sisi lain warga yang belum memiliki e-KTP akan sulit mengakses layanan publik lainnya yang berbasis nomor induk kependudukan (NIK).

"Ini tak lain adalah bentuk sanksi. Itu sebabnya konsekuensi tersebut tidak bisa dibenarkan meski data bisa diaktifkan kembali dengan mengurusnya di dinas kependudukan setempat. Persoalan bukan hanya berkurangnya inisiatif warga. Sebagian warga menghadapi persoalan akses karena berada di wilayah yang secara geografis sulit dijangkau seperti di perbatasan maupun pelosok atau pedalaman. Mereka bahkan harus mengeluarkan ongkos transportasi yang tidak sedikit, meski biaya pendaftaran e-KTP gratis," papar dia.

Pewarta: RH Napitupulu
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016