Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, akan menawarkan kerjasama operasi pengelolaan Bandara Kualanamu Medan dan Bandara Hasanuddin Makassar kepada swasta bersama PT Angkasa Pura (Persero).

"Masing-masing AP I dan AP II itu satu bandara, yaitu Bandara Hasanuddin Makassar dan Kualanamu," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo usai pembukaan Rapat Kerja Kemenhub 2016 di Jakarta, Rabu.

Suprasetyo menjelaskan kedua bandara tersebut dinilai sudah siap dari segi kondisi keuangan perusahaan dan menarik bagi investor.

Dia mengatakan skema yang akan ditempuh yaitu skema kerjasama operasi dan manajemen dan tidak tertutup kemungkinan akan dibuka kepada swasta asing.

"Di dalam atau di luar negeri sama saja, komposisinya sesuai dengan Undang-Undang, 51 persen kita 49 persen swasta atau asing, saya pikir sama saja skemanya seperti yang ditawarkan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, yaitu limited concession scheme," katanya.

Sementara itu, lanjut dia, bandara yang masih dikelola oleh Kementerian Perhubungan akan diubah dulu menjadi Badan Layanan Umum (BLU) kemudian setelah selesai baru akan dikerjasamakan dengan AP I dan AP II.

Saat ini, Suprasetyo menyebutkan, terdapat lima bandara usulan yang akan dikerjasamakan dengan AP I dan AP II, di antaranya Samarinda Baru-Samarinda, Hananjoedin-Tanjung Pandan, Kalimarau-Berau, Radin Inten II-Lampung dan Juwata-Tarakan.

"Terkait slot dan rute itu tidak terpengaruh karena masih dipegang oleh Kemenhub, karena ini hanya untuk operasi terminalnya saja," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Angkasa Pura II Djoko Murdjatmodjo mengatakan pihaknya akan merekrut konsultan untuk menghitung besaran saham yang ditawarkan kepada pihak swasta.

"Jadi, modelnya ada penyertaan investor untuk bergabung, bukan menjual aset kita, sekarang sedang disiapkan konsepnya nanti dianalisis, setelah jadi kita mesti mengundang konsultan keuangan, hukum dan sebagainya untuk mempersiapkan TOR-nya (term of reference)," katanya.

Menurut Djoko, dengan hadirnya investor dari pihak swasta, maka ketersediaan dana segar lebih terjamin untuk kebutuhan investasi perbaikan atau pengembangan bandara.

Dia menyebutkan kebutuhan investasi dalam lima tahun ke depan, yaitu Rp60 triliun untuk seluruh unit kerja AP II dan tahun ini baru memperoleh Rp2 triliun dari hasil penerbitan surat utang atau obligasi.

Terkait pengaruh pengelolaan swasta ke tarif, seperti tarif mendarat (landing fee), pajak bandara (airport tax) dan sebagainya, dia mengatakan tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan.

"Bisa berpengaruh, bisa tidak tapi ini berdasarkan persetujuan pemerintah, pemerintah bisa mengendalikan," katanya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016