Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan pihaknya belum melakukan penyegelan terhadap ruangan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan menerima suap.

"Memang untuk penyegelan ini belum dilaksanakan saat ini, sedang akan dilaksanakan," kata Basaria saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Pihaknya menjelaskan untuk melakukan penggeledahan harus dibuatkan dulu surat perintah penyidikan.

"Jadi. setelah dilakukan gelar perkara baru kemudian pimpinan menyetujui ini naik ke penyidikan dibuatkan suratnya baru dilakukan penggeledahan itu langkah-langkah yang harus kami ikuti supaya tidak menyalahi hukum acara yang kami pakai," tuturnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan untuk saat ini belum ada pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus pegawai Direktorat Jenderal Pajak tersebut.

"Sementara KPK hanya fokus untuk ini dulu karena ini informasi yang kami dapatkan dari masyarakat, namun demikian karena ini sudah naik penyidikan kalau ada pihak-pihak lain yang terlibat di dalam kasus ini pasti KPK akan menulusurinya," ucap Syarif.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan kronolgi Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada Senin (21/11) malam.

"KPK menggelar OTT terhadap dua orang pada Senin (21/11) di daerah Kemayoran, Jakarta. Kedua orang tersebut adalah R. Rajamohanan Nair (RRN), Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) dan Handang Soekarno (HS), Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak," kata Agus.

Turut juga diamankan tiga orang staf RRN, masing di Tangerang Selatan, Jakarta, dan Surabaya serta satu orang supir dan ajudan HS.

Pada Senin (21/11), pukul 20.00 WIB terjadi penyerahan uang dari RRN ke HS di kediaman RRN di Springhill Residences, Kemayoran.

"Seusai penyerahan, penyidik mengamankan HS beserta supir dan ajudan pada pukul 20.30 WIB saat keluar dari kediaman RRN. Dari lokasi diamankan uang sejumlah 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar," kata Agus.

Setelah itu, penyidik menuju kediaman RRN untuk mengamankan RRN untuk kemudian membawa keduanya untuk dilakukan pemeriksaan.

"Dua staf RRN diamankan di kediaman masing-masing di daerah Pamulang, Tangerang Selatan dan Pulomas, Jakarta Timur. Selain itu penyidik juga mengamankan staf lainnya di Surabaya," tuturnya.

Agus menyatakan uang tersebut diduga terkait dengan sejumlah permasalahan pajak yang dihadapi PT EKP antara lain terkait dengan Surat Tagihan Pajak (STP) sebesar Rp78 miliar.

"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam pasca penangkapan, KPK melakukan gelar perkara antara pimpinan dan seluruh penyidik, dan memutuskan meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan dengan penetapan dua orang sebagai tersangka.

Sebagai pemberi, RRN disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sebagai penerima, HS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

(B020/T007)

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016