Teminabuan, Sorong Selatan (ANTARA News) – Setelah perjuangan selama satu dekade, masyarakat kampung Manggroholo dan Sira akhirnya menerima hak mereka untuk mengelola hutan alam Knasaimos, Sorong Selatan, Papua Barat.

Hal tersebut ditandai dengan penyerahan Surat keputusan Hak Pengelolaan Hutan Desa kepada Kampung Manggroholo dan Sira, di Sorong Selatan, kamis, yang diberikan oleh staf ahli gubernur bidang perekonomian dan pembangunan Provinsi Papua Barat Nicolas Uttung Tike.

Hari ini juga menjadi sejarah karena Hutan Desa yang diberikan kepada kampung Manggroholo seluas 1.695 hektare dan 1.850 hektare untuk kampung Sira merupakan Hutan Desa pertama di Papua, sebagai bagian dari program Perhutanan Sosial dari Presiden Joko widodo untuk memberikan 12.7 hektare hutan di Indonesia kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan.

Dengan SK tersebut, masyarakat dapat mengelola hutan secara lestari dan berkelanjutan untuk masa depan generasi mereka tanpa takut direnggut oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan.

“Hutan seperti ibu yang memberikan kebutuhan kita sehingga wajib digunakan dengan baik. Bila hutan rusak maka bencana akan terjadi. Semoga Hutan Desa ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dengan arif dan bijaksana untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Nicolas, mewakili Pejabat Gubernur Papua Barat Eko Subowo yang berhalangan hadir, Kamis.

Untuk mendapatkan SK Hutan Desa, masyarakat kampung Manggroholo dan Sira harus melalui proses yang panjang dan tidak mudah. Kiki Taufik, Kepala Global Kampanye hutan Greenpeace Indonesia—LSM yang selama ini mendampingi masyarakat di kampung tersebut bersama Bentara Papua-- mengatakan mereka harus melakukan pemetaan peta partisipatif sebagai syarat pertama yang harus dipenuhi, kemudian membentuk kelembagaan hutan desa, koperasi (unit usaha), survei potensi hutan, dan pembuatan rencana kelola hutan desa.

Pada Oktober 2013, mereka melakukan pengusulan areal kerja hutan desa kepada Bupati Sorsel dan baru berhasil mendapatkan SK pada 18 September 2014.
 
“Hari ini sangat fenomenal, setelah hampir 10 tahun berjuang, masyarakat kampung Manggroholo dan Sira akhirnya mendapatkan SK Hak Pengelolaan Hutan Desa . Ini akan memberikan keleluasaan dan kedaulatan bagi masyarakat untuk mengelola Hutan Desa,” kata Kiki.

Pada kesempatan tersebut, Kepala Balai Perhutanan Sosial wilayah Maluku dan Papua Sahal Simanjuntak memberikan kabar baik bahwa ke depannya proses penerbitan SK Hutan Desa bisa lebih cepat.

“Ada pemangkasan, tidak ada lagi proses penetapan areal kerja. Permohonan bias lewat online atau langsung ke kementerian lingkungan hidup dan kehutanan dan tim verifikasi tidak harus dari kementerian tetapi bisa dari balai perhutanan, dinas kehutanan atau tim pokja.,” paparnya.

Bukan yang pertama dan terakhir

Puluhan masyarakat kampung Manggroholo dan Sira turut menyaksikan hari bersejarah bagi mereka itu.  Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat Knasaimos Fredrik Sagisolo berharap pemberian Hutan Desa yang terjadi pertama kali di tanah Papua ini bukan menjadi momen yang pertama dan terakhir.

“Kami mengharapkan momen ini tidak menjadi momen yang terakhir. Kami memperjuangkan kedaulatan atas alam, hutan, bagi masyarakat adat sebagai pemilik dan programnya kami awali dengan melaksanakan pemetaan. Yang lain sedang dalam proses,” kata Fredrik.

Dari 81.446 hektare luasan wilayah adat Knasaimos, baru 3.500 hektare yang baru diakui menjadi Hutan Desa. Fredrik mengatakan masih memperjuangkan untuk kampung lain yakni Komanggaret, Mlaswat, Kwowok yang masih berstatus Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Kawasan Knasaimos saat ini sudah dikepung oleh tiga konsesi sawit dan satu konsesi HPH (hak pengelolaan hutan).

“Kami berpesan ketika akan diberlakukan pengakuan, maka SK ini pasti akan kami menuju pada pengakuan tanah adat secara keseluruhan. Karena kami sudah tahu bahwa  kita di Indonesia masih punya banyak potensi tetapi bukan kami jadi pengelolanya, dari luar yang mengelola. Kami hanya dapat pajaknya saja. Sebagai Negara perlu melakukan sesuatu untuk memakmurkan rakyat,” ujar Fredrik.

“Bupati Sorong Selatan berpesan kepada kami, kepala burung itu surga kecil yang jatuh ke bumi, Sorong Selatan adalah pusat surga itu. Kalau benar ini surga, kami menangis ketika Papua itu disebut surga yang terlantar,” tambahnya.

Baca juga: (Bangka barat dorong masyarakat bentuk hutan desa)

Pewarta: Monalisa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017