Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto meminta agar sustainability standard atau standar keberlanjutan diberlakukan setara di seluruh negara, bukan hanya di Indonesia.

"Sustainability standard itu berkaitan dengan lingkungan, kualitas, akses pasar dan biaya untuk mengimplementasikannya. Yang kita imbau kepada yang pegang sustainability standard supaya mereka fair treat, bukan political treat," kata Airlangga pada Simposium Global Sustainability Standard Symposium di Jakarta, Rabu.

Pasalnya, sebagian industri di Indonesia telah melaksanakan standar yang diminta untuk keramahan lingkungan tersebut, namun negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam belum diwajibkan untuk melaksanakannya.

"Seperti dalam Program Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), kami melakukannya secara mandatori untuk industri kayu dari upstream (hulu) hingga downstream (hilir),' ungkapnya.

Selain itu, standar nasional produksi dan distribusi sawit beserta turunannya atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), yang juga sudah diberlakukan bagi industri kelapa sawit di Indonesia.

Namun, produk-produk dengan sertifikat tersebut tidak mendapat harga premium jika dibandingkan dengan produk-produk dari negara yang belum bersertifikat, sehingga tidak berdaya saing.

Airlangga menambahkan, biaya kerap menjadi kendala dalam mengimplementasikan standar keberlanjutan bagi Industri Kecil Menengah (IKM) di Indonesia.

Sehingga, lanjut Airlangga, sudah sepatutnya pelaku industri maupun IKM bersertifikat mendapat harga premium dari hasil penjualan produknya.

"Jadi harus pada perspektif yang sebenarnya. Walaupun hutan kita sudah sustainable, yang jadi masalah memang IKM. Misalnya IKM sawit, dia punya yield itu hanya 30 persen dari industri yang besar. Jadi, keberpihakan itu harus dijaga," tuturnya.

Baca juga: (Kemenperin persiapkan IKM meriahkan Asian Games 2018)

Baca juga: (IKM siap produksi tiga juta perkakas pertanian)

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017