Riyadh (ANTARA News) - Perekonomian Arab Saudi mengalami kontraksi selama dua kuartal pertama tahun ini, saat anggota penting OPEC itu melanjutkan upaya mengatasi dampak penurunan harga minyak dan reformasi menyakitkan.

Data-data Otoritas Umum Statistik menunjukkan produk domestik bruto (PDB) kerajaan itu merosot 2,3 persen pada kuartal kedua jika dibandingkan dengan tiga bulan pertama 2017, terutama karena harga minyak yang lebih rendah dan pengurangan produksi.

PDB pada kuartal pertama mengalami kontraksi 3,7 persen dibandingkan kuartal terakhir 2016 menurut data statistik yang dikutip kantor berita AFP.

Arab Saudi, pengekspor minyak terbesar dunia sekaligus negara dengan perekonomian terbesar di Timur Tengah, mengambil sejumlah langkah penghematan sejak harga minyak anjlok pada pertengahan 2014.

Sampai 2014, pendapatan minyak mencakup lebih dari 90 persen pendapatan publik.

Sejak saat itu Arab Saudi berkonsentrasi pada diversifikasi, yang meliputi rencana-rencana untuk memperkenalkan pajak pertambahan nilai dan privatisasi sebagian dari perusahaan minyak raksasa milik negara, Aramco.

Harga minyak sebagian sudah pulih setelah para produsen utama di dalam dan luar organisasi negara-negara pengekspor minyak OPEC, termasuk Arab Saudi, tahun lalu sepakat memangkas produksi hingga 1,8 juta barel per hari guna mendongkrak harga minyak global.

Para produsen setuju memperpanjang pemangkasan produksi selama sembilan hingga Maret 2018. OPEC akan membahas kemungkinan perpanjangan lanjutan dalam pertemuan tingkat menteri bulan depan.

Dampaknya, sektor minyak Arab Saudi susut 1,8 persen dalam kuartal kedua 2017 dibandingkan dengan periode sama tahun 2016, dan sektor privat naik hanya 0,4 persen.

Kalau data-data suram bertahan, ekonomi Arab Saudi kemungkinan berkontraksi selama 2017, untuk pertama kalinya sejak krisis finansial global 2008.

Dana Moneter Internasional memproyeksikan ekonomi negara itu hanya akan tumbuh 0,1 persen tahun fiskal ini, turun dari 1,7 persen pada 2016 dan 3,4 persen pada tahun sebelumnya.

Riyadh sudah masuk ke pasar utang domestik dan internasional dalam upayanya menyesuaikan diri dengan harga minyak yang lebih rendah, serta menarik sekitar 245 miliar dolar AS dari cadangan fiskalnya dalam tiga tahun terakhir.

Arab Saudi sudah mencatatkan kekurangan anggaran total 200 miliar dolar AS lebih sejak 2014 dan memproyeksikan mencatatkan defisit anggaran 53 miliar dolar AS pada 2017. (mu)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017