Jakarta (ANTARA News) - Penelitian menemukan bahwa bencana tanah longsor di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah yang merenggut 30 lebih nyawa manusia, disebabkan oleh melapuknya bantuan breksi vulkanik dan tuft (tumpuk) di lokasi itu yang mudah longsor saat terjadi hujan. Perkiraan tersebut merupakan dari hasil penelitian Ristek, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Institut Teknologi Bandung (ITB), LAPAN, dan Pemprov Jateng, di dua lokasi musibah tanah longsor. Kedua lokasi tanah longsor itu, yakni, longsoran di dusun Talok, Nglegok, Ngargoyoso, Karang Anyar yang menyebabkan tiga rumah rusak berat pada 26 Desember 2007, kemudian longsoran di desa Selorong, Jenawi, Karang Anyar yang menyebabkan 51 rumah rusak pada 26 Desember 2007. Kepala Bidang Kebutuhan Masyarakat Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Ristek), Teddy W Sudinda, di Jakarta, Jumat, mengatakan faktor curah hujan juga turut berpengaruh karena pada 25 Desember 2007, mencapai lebih 100 milimeter/jam atau masuk dalam kategori curah hujan ekstrim," katanya. "Kemudian sifat fisik tanah pelapukan batuan di daerah lokasi bencana alam itu, yang berupa lempung pasiran yang lunak, mudah hancur dan luruh hingga bila terkena air mudah luruh karena telah melewati batas kejenuhan. Terlebih lagi, kata dia, kondisi tata guna lahan di kawasan musibah longsor dan banjir itu, berupa permukiman desa, ladang, tegalan, kebun campuran dan perkebunan. Sementara itu, peneliti geologi dari ITB, Rendy D Kartiko, mengingatkan, kepada warga yang tinggal di Desa Selorong, Jenawi, untuk mewaspadai akan terjadinya kembali longsoran yang lebih besar. "Saat ini, sisa longsoran tebing itu memanjang mencapai sekitar 200 meter dan kedalamannya sekitar 350 meter. Tidak menutup kemungkinan, sisa tanah di atasnya itu akan bergerak kembali. Terlebih di saat curah hujan yang masih tinggi," katanya. Sedangkan mengenai adanya amblasan yang kedalamannya mencapai satu meter di kawasan itu, ia mengatakan, kondisi demikian merupakan sebagai dampak dari adanya pergerakan tanah longsor sebelumnya. "Karena adanya aktifitas di atas tanah itu, maka sangat mudah terjadi amblasan," katanya. Hal senada dikatakan oleh klimatologi BMG, Endro Santoso, yang meminta kepada warga yang tinggal di Karang Anyar untuk waspada akan tanah longsor dan banjir, mengingat curah hujan di wilayah Jateng dan Jatim masih tinggi. "Pada tanggal 26 Desember 2007 saja, curah hujan di sekitar Karang Anyar mencapai 194 milimeter atau sudah dikategorikan sangat lebat," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008