Jakarta (ANTARA News) - Krisis pasar kredit global telah memicu peningkatan volatilitas di pasar obligasi kawasan Asia Timur sehingga diperkirakan akan memperlambat laju pertumbuhan, demikian laporan Asian Bond Monitor (ABM) yang diterbitkan Bank Pembangunan Asia (ADB), Rabu. Meski belum separah guncangan pada kredit perumahan berisiko sangat tinggi (subprime mortgage) di Amerika Serikat (AS), ABM versi April menyebutkan, pengetatan pasar kredit di pasar Asia Timur telah mendorong tren peningkatan permintaan "yield" (imbal hasil) atas obligasi korporasi. Bahkan, beberapa korporasi terpaksa menunda penerbitan obligasi mereka, dan lebih mengandalkan pada pinjaman jangka pendek dari bank daripada penerbitan obligasi jangka panjang. Pada awalnya, pasar obligasi berdenominasi lokal di kawasan Asia Timur menikmati keuntungan dari pemindahan fokus investasi para investor dari pasar AS. Namun, berbarengan dengan meningkatnya risiko di pasar global, investor asing mulai menarik diri dari pasar Asia hingga meningkatkan volatilitas di pasar modal domestik. Meskipun demikian, ABM masih memproyeksikan pasar obligasi Asia Timur tetap tumbuh, namun melambat yang didorong oleh pertumbuhan kredit domestik akibat peningkatan dana simpanan. "Pemerintahan di kawasan itu akan menerapkan reformasi penting pada pasar sekunder pada 2007. Mereka harus terus memperbaiki likuiditas pasar obligasi dan memperkuat manajemen risiko," kata Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Regional (OREI) ADB, Jong-Wha Lee. ABM juga menyebutkan, tidak likuidnya pasar obligasi berdenominasi lokal di Asia Timur sebagai salah satu faktor penghambat pertumbuhan pasar obligasi. Menambah variasi investor, mekanisme lindung nilai atau "hedging", penentuan harga tau "pricing" pasar sekunder yang konsisten, dan rezim pajak yang lebih orientasi investor akan menjadi langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk memperbaiki likuiditas pasar obligasi regional. ABM mencatat, pasar obligasi berdenominasi lokal tumbuh 10 persen pada semester pertama 2007, dan 21 persen pada semester kedua tahun lalu. Sementara pasar obligasi pemerintah tumbuh 21 persen yang dipicu oleh sterilisasi bank sentral dan stimulus fiskal, sedangkan obligasi korporasi hanya tumbuh 20 persen. Ada tiga risiko utama pada pasar obligasi regional yang diproyeksikan ABM, yaitu kontraksi ekonomi AS yang dalam, volatilitas di pasar modal global, dan kenaikan inflasi di kawasan yang membatasi pilihan kebijakan yang ada. Beberapa kebijakan yang bisa dilakukan seperti direkomendasikan ABM antara lain; meningkatkan keyakinan investor dengan memperkuat perlindungan hukum dan tata kelola, menekan hambatan akses pasar dan mendorong diversifikasi investor, mengembangkan pasar derivatif dan memperbaiki likuiditas, kompilasi data yang lebih baik, serta memperketat pengawasan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008