Jakarta (ANTARA News) - Lebih dari 100 purnawirawan TNI/Polri berkumpul di Balai Sudirman Jakarta, Kamis, membahas soal pelanggaran HAM berat. Pada acara bertema Purnawirawan TNI/Polri Peduli Bangsa itu, hadir antara lain mantan Wapres Try Soetrisno, mantan Panglima TNI Wiranto, mantan Kepala Staf AD Wismoyo Arismunandar, mantan Kapolri Awaloedin Djamin, mantan Ketua MPR Kharis Suhud. Selain itu hadir mantan Gubenur DKI Sutiyoso mantan gubernur Jatim Basofie Sudirman, dan mantan Gubernur Sulut EE Mangindaan yang kini menjadi anggota DPR RI. Juga hadir Kepala BIN Syamsir Siregar, mantan Direktur A Bais Arie Sudewo, dan mantan Ketua Fraksi TNI/Polri Saiful Sulun. Pertemuan dilakukan secara tertutup. Namun sebelum pembukaan, Wiranto mengatakan bahwa masih banyak orang termasuk kalangan purnawirawan yang belum mengerti tentang pelanggaran HAM berat. Pemahaman yang masih kurang tersebut, katanya, menyebabkan kerancuan dalam memahami persoalan sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. "Penafsiran hukum sering dilakukan secara sepihak dan menyebut langkah-langkah TNI di masa lalu sebagai kejahatan sebagaimana dilakukan tentara NAZI atau yang terjadi di Rwanda dan Kamboja yang menimbulkan korban jutaan," katanya. Ia menyatakan, bahwa pelanggaran HAM berat sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, harus memenuhi berbagai unsur seperti genosida, atau kejahatan terhadap kemanusiaan, dilakukan secara sistematis, dan berdampak luas. Ia menyatakan bahwa berbagai peristiwa seperti kasus Tanjung Priok tahun 1984, Talangsari (Lampung) tahun 1989, orang hilang 1997/98, serta kasus Trisakti, kerusuhan Mei dan peristiwa Semanggi pada 1998/99, bukan lah kasus pelanggaran HAM berat. Untuk itu, katanya, pelanggaran HAM harus benar-benar dipahami secara baik, tidak hanya oleh penegak hukum tetapi juga para purnawirawan dan prajurit TNI yang masih aktif. Sementara itu, Sutiyoso mengatakan bahwa Komnas HAM dalam mengusut berbagai kasus pelanggaran HAM apalagi yang disebut-sebut melibatkan TNI/Polri, harus memahami benar duduk persoalannya, dan berkoordinasi dalam melakukan penyelidikannya. Ia mencontohkan kasus Talangsari sebagai perang terhadap pihak-pihak tertentu yang ingin melakukan makar dan ingin mendirikan negara Islam. Ia menegaskan, tidak ada pelanggaran HAM dalam kasus Talangsari tersebut. Sutiyoso mengatakan, tidak ada satu orang prajurit pun yang bermaksud membunuh rakyat sendiri. "Apa yang dilakukan prajurit merupakan tugas negara," katanya. Sutiyoso mengusulkan agar Komnas HAM menyosialisasikan nilai-nilai HAM kepada masyarakat agar masalah itu dapat dipahami secara baik, dan tidak asal menuduh.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008