Kudus (ANTARA News) - Menjadi pebulutangkis yang bermental juara, harus berlatih keras, kata Ivana Lie, mantan pebulutangkis ternama Indonesia dan pernah merasakan sebagai juara dunia ganda campuran tahun 1985. Menurut Ivana Lie, ketika menjadi pembicara dalam seminar sehari "Mental Sang Juara," di GOR PB Djarum, Sabtu, berlatih lebih keras seperti "orang gila" bukan berarti membabi buta, melainkan mau bekerja keras melaksanakan apa saja demi meningkatkan kemampuan fisik dan teknik dalam bermain bulu tangkis. Selain itu, pemain bulu tangkis juga harus memiliki motivasi tinggi sebagai landasan utama untuk berlatih keras. "Saat masih di pelatnas, saya sempat berlatih lebih keras dari atlit-atlit yang lain. Porsi latihan fisik saya tambah untuk meningkatkan kemampuan," katanya. Menurut dia berlatih keras merupakan upaya untuk mendorong optimisme dan keyakinan meraih kesuksesan dalam bermain bulu tangkis. "Jangan hanya keinginan yang terucap di mulut saja. Keinginan harus seperti obsesi," katanya. Sedangkan upaya menghilangkan rasa rendah diri ketika menghadapi lawan tangguh, Ivana memberikan tip menarik, yakni membayangkan (berimajinasi) bahwa kita akan meraih kemenangan penuh. "Kita juga dapat membayangkan seorang pemain yang kita anggap juara dunia berhasil kita kalahkan," katanya. Hal itu, salah satu upaya memberi dorongan dan tambahan semangat bertanding. Disamping itu, pemain yang berimajinasi tinggi tergolong orang yang lebih berprestasi dibanding pemain tanpa punya imajinasi. Saat masih menjadi pemain bulu tangkis, dia mengakui sering mencoba teknik tersebut dengan membayangkan mengalahkan lawan-lawan tangguh. Bahkan, untuk memacu semangat dia juga membayangkan orang tuanya yang berupaya kerja keras untuk mewujudkan cita-citanya menjadi pemain bulu tangkis dunia. Sedangkan pembicara Lilik Sudarwati, yang juga mantan pebulu tangkis nasional era 1980-an dan awal 1990-an lebih menyoroti pada segi psikologi mental pemain. Menurut dia, fisik dan teknik bermain sudah terukur, sedangkan mental tidak demikian. Disamping itu, mental juga menjadi tiang prestasi untuk menyempurnakan fisik dan teknik dalam bermain. Bahkan, mental itu juga bersifat hidup dan dinamis menyesuaikan rangsangan yang datang. Untuk itu, kata dia, seorang pemain yang bermental juara harus mampu mengendalikan emosi dan intelektual dalam berbagai situasi. Lilik melihat banyak atlit yang memiliki kemampuan teknik bagus dan fisik yang kuat, namun gagal menuai hasil juara, karena tidak mampu mengontrol emosi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008