Semarang (ANTARA News) - Kunjungan kerja Jaksa Agung Hendarman Supanji di SMA Negeri 3 Semarang, Rabu, untuk meresmikan kantin kejujuran tingkat nasional dan pencanangan gerakan aksi langsung antikorupsi sejak dini (galaksi) disambut demo dari sejumlah elemen mahasiswa dan masyarakat antikorupsi. Unjuk rasa yang dilakukan sekitar 70-an peserta dari elemen KAMMI Daerah Semarang, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI), dan Aliansi Masyarakat untuk Penegakan Hukum (Ampuh) Jateng ini mendapat pengamanan ketat dari aparat kepolisian. Selain menggelar orasi di depan pintu gerbang SMAN 3 Semarang, mereka juga menggelar sejumlah poster dan spanduk yang intinya meminta Jaksa Agung untuk memberantas mafia peradilan dan membereskan peradilan di Indonesia. Mereka juga membawa keranda sebagai simbol matinya peradilan di Indonesia dan juga membawa tikus kecil dalam kerangkeng yang melambangkan hanya kasus-kasus kecil yang bisa diselesaikan hingga vonis pengadilan, sedangkan pelaku koruptor kelas kakap masih berkeliaran. Koordinator Aksi dari BEM-SI, Aryanto Nugroho mengatakan, prestasi penegakan hukum oleh pemerintah masih mengecewakan, kasus-kasus mega skandal belum juga terselesaikan hingga sekarang. Kejaksaan Agung sebagai simbol penegakan keadilan belum bertaring tajam melahap para koruptor. "Lembaga penyelenggara kekuasaan negara di bidang penuntutan ini seharusnya bergerak cepat menuntaskan tikus penggerogot aset negara. Jaksa Agung sebagai pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan jangan hanya berjanji dan berkomitmen saja, tetapi membuktikan keseriusan dalam penyelesaian setiap kasus," katanya. Kasus Soeharto hingga kini belum terjawab Ia mengatakan, kasus Soeharto hingga kini belum terjawab, konspirasi yang sudah bergulir hampir sepuluh tahun, masih juga merupakan bulan-bulanan dalam pengadilan. Mega skandal BLBI hingga saat ini tetap sarat dengan permainan. Ia menilai penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan dan diperiksanya beberapa jaksa terkait semakin menunjukkan rusaknya nama institusi kejaksaan. "Tidak dapat ditutupi lagi fenomena gunung es dalam tradisi `hitam` peradilan pun terus terkuak. Perilaku korup dalam dunia hukum atau dikenal dengan mafia peradilan merupakan penyakit kronis aparat penegak hukum kita. Pemberantasan korupsi harus dimulai dengan membumihanguskan korupsi di peradilan dengan memutus rantai kenikmatan para pelaku mafia peradilan," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008