Jakarta, 5/5 (ANTARA) - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Senin pagi, turun tipis menjelang pertemuan Bank Indonesia (BI) pada siang nanti, yang akan memutuskan apakah suku bunga acuan "BI Rate" naik atau bertahan untuk sementara waktu. "BI Rate yang bertahan selama empat bulan lalu cenderung menguat akibat laju inflasi year on year jauh di atas yang ditargetkan pemerintah 6,5 persen," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Senin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi Rp9.228/9.238 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu yang mencapai Rp9.225/9.235 atau turun tiga poin. Menurut dia, rupiah ketika pasar dibuka masih berada di posisi Rp9.235 per dolar AS yang menunjukkan pasar masih stabil, setelah Badan Pusat Statistik mengumumkan laju inflasi April hanya 0,59 persen lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Namun, rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan diumumkan pemerintah pada Juni mendatang, menekan pasar uang sehingga rupiah bergerak melemah, katanya. Dikatakannya, koreksi harga terhadap rupiah saat ini masih kecil, namun kekhawatiran atas kenaikan harga minyak mentah akan menimbulkan berbagai masalah sangat besar. Kenaikan harga minyak mentah akan mengurangi daya produksi suatu perusahaan yang juga berakibat akan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang pada gilirannya akan mengurangi daya beli masyarakat, ucapnya. Koreksi harga terhadap rupiah, menurut dia, agak tertahan oleh membaiknya pasar saham regional dan masih aktifnya investor asing menempatkan dananya di pasar uang maupun saham. Namun sentimen negatif pasar diperkirakan akan semakin besar terus menekan rupiah, apalagi didukung kenaikan harga minyak mentah dunia, katanya. Rupiah, lanjut dia, saat ini masih bisa bertahan di level Rp9.220 per dolar AS, namun dalam beberapa hari ke depan diperkirakan akan terus terpuruk hingga mendekati angka Rp9.300 per dolar AS. "Saya khawatir dengan kondisi pasar yang semakin melemah mengakibatkan rupiah terpuruk hingga di atas angka Rp9.300 per dolar AS," ucapnya. Sementara itu, dolar AS terhadap euro terus menguat setelah beberapa waktu lalu terpuruk hingga mencapai 1,6018 kini berada pada angka 1.5432. Kenaikan dolar AS itu dipicu oleh perkiraan atas bank sentral AS (The Fed) yang tidak akan menurunkan lagi suku bunga acuan Fed fund. Selain itu, kenaikan harga minyak mentah dunia dan emas juga memberikan pendapatan yang membaik bagi perusahaan-perusahaan AS ini menunjukkan bahwa ekonomi AS tidak seburuk yang diperkirakan sebelumnya, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2008