Bangkok (ANTARA News) - Sekitar satu juta orang di Myanmar kehilangan tempat tinggal akibat badai dahsyat dan lebih kurang 5.000 kilometer persegi masih terendam air di delta Irawadi, kata pejabat bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Rabu. "Kami perkirakan lebih dari satu juta orang sekarang memerlukan perlindungan dan bantuan penyelamat jiwa," kata Richard Horsey, jurubicara untuk Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Penggalangan Kemanusiaan kepada kantor berita Inggris Reuters di Bangkok sesudah pertemuan pakar bantuan. "Ada wilayah luas di dataran rendah delta Irawadi betul-betul di bawah air. Kita membicarakan daerah 5.000 kilometer terendam air. Itu wilayah luas," kata Horsey. Pemerintahan tentara Myanmar pada Selasa mencabut keadaan darurat di tiga propinsi terlanda bencana dan beberapa bagian daerah terparah Yangon dan Irrawaddy, kata televisi negara. Siaran itu, yang dipantau kantor berita Inggris Reuters di luar negara tersebut, menyatakan tujuh kotapraja di daerah Irrawaddy di baratdaya Yangon dan 40 kotapraja di daerah Yangon menjadi wiayah darurat bencana setelah sedikit-dikitnya 22.500 orang tewas akibat badai pada ahir pekan lalu. Pesawat angkut tentara Thai membawa sembilan ton makanan dan obat terbang ke daerah bencana Myanmar pada Selasa, bantuan pertama dari luar untuk negara miskin Asia Tenggara itu. Thailand, pemodal besar di tetangga terkucil secara diplomatik dan dipimpin tentara itu, juga menjanjikan sedikit-dikitnya 100.000 dolar Amerika Serikat (sekitar 900 juta rupiah) dalam bentuk uang, kata Menteri Luar Negeri Noppadon Pattama. "Yang Myanmar betul-betul perlukan sekarang adalah lembar kaleng dan tenda seperti yang kami kirim dalam bentuk makanan dan air," katanya kepada wartawan sebelum sidang kabinet. "Ini bencana seperti tsunami, yang mayat dalam jumlah besar terkubur dalam di bawah puingnya," katanya. Badai Nargis menewaskan sedikit-dikitnya 22.500 orang dan menghilangkan 30.000 lagi saat menerjang delta Irrawaddy dan Yangon di negara semula bernama Birma itu pada Sabtu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008