Kerinci, Jambi (ANTARA News) - Aksi perambahan secara tidak sah di hutan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Jambi semakin mengkhawatirka, karena mencapai 100.000 hektare (ha) di seluruh titik kawasan seluas 1,3 juta ha itu sudah dimasuki oleh perambah ilegal. Bidang Monitoring Evaluasi Balai Besar TNKS, Wiriadi, kepada ANTARA News yang melakukan pemantauan di Kerinci, Jumat, mengatakan bahwa saat ini tidak kurang dari 100.000 ha kawasan hutan konservasi itu sudah dirambah, dan pihaknya kewalahan karena keterbatasan personel Polisi Kehutanan (Polhut) yang hanya berjumlah 200 orang. "Memang posisi teratas ditempati aksi perambahan, hampir di seluruh titik, kalau penebangan liar sudah bisa diatasi," katanya. Selain itu, pihaknya juga sudah melakukan berbagai metode penanganan masalah itu, termasuk menerapkan program transmigrasi terhadap perambah. Namun, ia menilai, hal itu tidak menuntaskan persoalan lantaran para perambah banyak yang kembali ke lokasi rambahannya di TNKS. Penjelasan Wiriadi ini dipertegas peserta lokakarya riset aksi partisipatif perambahan kawasan TNKS yang diselenggarakan Aliansi Konservasi Alam Raya (AKAR), gabungan delapan lembaga lingkungan hidup yang berada di empat provinsi yang termasuk pemilik kawasan TNKS, yakni Jambi, Bengkulu Sumatera Selatan dan Sumatera Barat. Tiga lembaga anggota AKAR, yaitu ICS, Lembaga Tiga Beradik (LTB) dan Perak sudah melakukan riset partisipatif perambahan TNKS. Lembaga ICS yang berada di Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat menyebutkan, sekitar 1.000 Kepala Keluarga (KK) sudah melakukan perambahan di kawasan TNKS yang berdampingan dengan Desa Letter W. Dari hasil identifikasi diketahui hampir seluruh perambah berasal dari luar desa. "Hampir seluruh perambah berasal dari luar desa dan mereka melakukan perambahan dengan sengaja," tegas Direktur Eksekutif ICS,Cerda . Hal serupa terjadi di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, tepatnya di Kecamatan Jambu dan Kecamatan Jangkat. Di wilayah ini perambahan dipicu ketidakjelasan patok batas TNKS sehingga masyarakat secara tidak sadar telah memasuki kawasan. Selain itu, beberapa perambah mengaku tidak adanya tindakan hukum terhadap perambah yang lebih dulu memasuki kawasan dari pihak penegak hukum juga membuat mereka melakukan hal serupa. "Masyarakat melihat pihak TNKS tidak menindak pelaku perambahan dan timbul kecemburuan sosial, akhirnya mereka juga merambah," ujar pimpinan LTB, Eko waskito . Sementara itu, Herman Nadi dari lembaga Perak mengatakan, di Kabupaten Kerinci khususnya di bagian timur ada 1.140 Kepala Keluarga (KK) merambah wilayah tersebut. Menurut dia, faktor pendorong pelaku antara lain untuk mencari lahan yang lebih subur, selain beberapa perambah yang mengaku belum mempunyai lahan serta minimnya pengawasan dari pihak Balai Besar TNKS. "Hampir seluruh perambah bukan dari desa terdekat Renah Pemetik, tapi berasal dari luar desa," katanya. Pimpinan tim AKAR Musnardi Munir menyatakan akan mengupayakan agar isu perambahan ini menjadi isu nasional sehingga penanganannya dilakukan secara serius oleh Departemen Kehutanan. Ia juga meminta agar pihak Balai Besar TNKS meningkatkan pengamanan terhadap wilayah kelolanya, sebab perambahan semakin mengkhawatirkan dan mengancam kelestarian TNKS yang sudah ditetapkan sebagai paru-paru dunia. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008