Jakarta (ANTARA News) - Kuputusaan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dalam perkara keberatan temasek Holding, Jumat (9/5) dapat dikategorikan sebagai putusan yang 'ultra petitum partium' karena Majelis Hakim telah mengabulkan melibihi tuntutan yang dikemukakan dalam petitum, kata Direktur LBH BUMN Habiburokhman, SH. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat malam, Habiburokhman mengatakan, ada dua poin amar putusan yang dapat dikategorikan ultra petitum partium, yakni putusan mengubah batas waktu penjualan saham milik Temasek di Indosat atau Telkomsel dari dua tahun menjadi satu tahun, serta putusan Majelis Hakim yang mengubah batas maksimal pembelian saham oleh investor yang berniat membeli saham Temasek baik di Indosat maupun Telkomsel dari masing-masing paling banyak 5 persen menjadi 10 persen. "Padahal selama persidangan digelar, baik pemohon keberatan (Temasek cs) ataupun Termohon keberatan (KPPU) sama sekali tidak menuntut perubahan batas waktu tersebut," katanya. Menurut Habiburokhman, berdasarkan Perma No.3 tahun 2005 bahwa hukum acara dalam persidangan keberatan adalah hukum acara perdata. Putusan ultra petitum partium secara tegas dilarang diranah hukum acara perdata. "Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189 ayat (3) RBg dan Pasal 50 RV amar putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan di dalam petitum," ujarnya. Selain itu, katanya, Secara teori putusan yang melebihi tuntutan disebut Ultra Petitum Partium, hakim yang mengabulkan melebihi posita maupun petitum gugatan dianggap telah melampaui batas wewenang atau Ultra Veres yakni bertindak melampaui wewenang Konsekuensi yuridis dari putusan yang mengandung Ultra Petitum adalah dinyatakan putusan tersebut cacat atau invalid secara keseluruhan, walaupun dilakukan hakim dengan itikad baik, hal yang demikian telah ditegaskan Yurisprudensi dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1001 K/Sip/1972 Jo. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 77 K/Sip/1973. Habib menambahkan, putusan Majelis Hakim Pengadilan negeri Jakarta Pusat juga mengandung kejanggalan lain yaitu ada sebagian putusan yang tak sesuai dengan pertimbangan yang dibuat putusan Majelis Hakim sendiri. Pada salah satu pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa Divestasi Indosat pada tahun 2002 sudah memenuhi seluruh ketentuan hukum yang ada di Indonesia. Majelis Hakim juga mengakui bahwa jika memang ada dugaan monopoli, maka seharusnya KPPU satu-satunnya lembaga yang memiliki kewenangan terbesar dalam penegakan hukum anti monopoli bisa mengingatkan pemerintah. "Namun anehnya pertimbangan tersebut sama sekali tidak berpengaruh pada putusan Majelis Hakim yang justru menguatkan putusan KPPU dan menyatakan Temasek cs bersalah," katanya. Menurut Habib, ketidaksesuaian antara putusan dan pertimabangan ini adalah bentuk kekhilafan yang amat serius dari Majelis Hakim. Berdasarakan Pasal 67 UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, terhadap suatru putusan hakim yang mengandung kekhilafan yang nyata maka dapat diajukan permohonan peninjauan kembali. Sebelumnya, Majelis Hakim PN Jakpus menyatakan Temasek Holding Limited bersama anak perusahaannya terbukti secara sah melakukan pelanggaran Pasal 27 a Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. "Temasek Holding (bersama anak perusahaannya) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 5 tahun 1999," kata Hakim Ketua, Andriani Nurdin, dalam sidang putusan permohonan keberatan Temasek Holdings Limited atas keputusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), di Jakarta, Jumat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008