Jakarta (ANTARA News) - Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa mengatakan, pelantikan gubernur Bank Indonesia (BI) diatur sepenuhnya oleh Mahkamah Agung (MA) dengan berpatokan pada tenggat berakhirnya masa jabatan gubernur BI yang lama, yakni pada 17 Mei. Hal tersebut dikemukakan oleh Hatta kepada wartawan seusai menghadiri acara peringatan seabad Kebangkitan Nasional di Lapangan Monas, Jakarta, Minggu, saat ditanya mengenai waktu pelantikan gubernur BI. MA biasanya melantik Gubernur BI dengan disaksikan presiden selaku kepala negara. "Tanggal 17 Mei 2008, gubernur BI efektif selesai masa jabatan, saya kira akan merujuk kesana," katanya.Gubernur BI yang sekarang adalah Burhanuddin Abdullah dan dia sedang ditahan KPK. Ketika ditanya apakah pelantikan gubernur BI akan bersamaan dengan pelantikan Menko Perekonomian karena calon gubernur BI adalah Menko Perekonomian Boediono, Hatta mengatakan bahwa itu adalah sesuatu hal yang berbeda. "Berbeda. Kalau gubernur itu sesuatu yang memang prosesnya saja tidak menggunakan hak prerogratif presiden, tapi melalui mekanisme DPR dan sebagainya. Akan tetapi kalau ini (menko) kan sepenuhnya di tangan Presiden(Susilo Bambang Yudhoyono, red). Jadi Presiden sangat tahu apa yang mesti dilakukan," ujarnya. Saat ditanya lebih lanjut apakah posisi Menko Perekonomian akan dikosongkan atau dirangkap oleh salah satu menteri kabinet, Hatta menolak menjawab. "Saya kira Presiden yang paling tahu soal itu. Saya tidak mau berspekulasi soal itu," ujarnya. Menurut Hatta, jika saatnya telah tiba pasti akan diumumkan. Sementara saat ditanya mengenai kasus Marimutu Sinivasan, konglomerat yang menjadi tersangka kasus pembobolan Bank Muamalat Rp20 miliar dan menyerahkan diri namun tidak ditahan, Hatta mengatakan Marimutu Sinivasan tidak ditahan kasus merupakan kasus perdata. Saat ini kasus Marimutu Sinivasa kasus merupakan kasus perdata. Saat ini kasus Marimutu Sinivasan berkas perkaranya telah lengkap atau (P21) yang telah diserahkan ke Kejati. Marimutu menjadi buronan sejak Maret 2006 lalu dan akhirnya menyerahkan diri, 8 Mei 2008. Pada kesempatan yang sama, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan dasar hukum keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) adalah amanat UU nomor 1/ PNPS/1965. "Jika ada masalah seperti itu (merujuk ke kasus Ahmadiyah) maka amanat UU itu diselesaikan melalui SKB dulu. Selesainya kapan, ya nanti ditunggu," ujarnya. Saat ditanya apakah hal itu bertentangan dengan UUD 1945, Hendarman mengatakan kalau bertentangan maka ada forum MK untuk menyelesaikannya. Dia juga mengatakan bahwa kata-kata yang tercantum dalam SKB bukan menuju pembubaran.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008