Makassar (ANTARA News) - Rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam waktu dekat ini akan menjadi pukulan cukup berat bagi pariwisata Indonesia karena paket-paket wisata yang sudah direncanakan bisa berantakan karena harga paket pasti melonjak. "Dampak kenaikan BBM itu akan cukup berat memukul pelaku usaha pariwisata. Sekarang saja kita sudah siap-siap untuk menegosiasikan kembali paket-paket yang terlanjur dikontrak dan mudah-mudahan pembelinya mau menanggung bersama kenaikan biaya akibat lonjakan harga BBM itu," kata Bachtiar Manaba, penasehat Asosiasi Pengusaha Perjalanan Wisata (Asita) Nasional di Makassar, Senin. Bachtiar yang juga Managing Director Iramasuka Tour and Travel Makassar itu mengatakan, kalau BBM naik, pihaknya terpaksa akan meminta pembeli di luar negeri untuk membagi sama (fifty-fifty) kenaikan harga paket akibat penyesuaian harga BBM di dalam negeri. "Kalau mereka bersedia, ya rencana perjalanan bisa direalisasi, tatapi saya khawatir, para pembeli akan menolak lalu membatalkan rencana perjalanannya ke Indonesia dan memilih negara lain," ujarnya. Menurut Bachtiar, saingan Indonesia dalam sektor kepariwisataan ini makin banyak terutama Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam yang memiliki obyek-obyek wisata yang tidak kalah menarik dibanding Indonesia serta ekonominya stabil sehingga harga paket akan terprediksi dengan baik. Ia mengatakan, kenaikan harga BBM ini sebenarnya hanya pukulan tambahan setelah dilarangnya pesawat Indonesia terbang ke Eropa, padahal Eropa adalah pasar wisata utama untuk obyek-obyek wisata yang mengandalkan budaya. "Karena itu, kalau mau mengurangi beratnya beban yang dihadapi dunia pariwisata Indonesia, pemerintah harus berusaha keras agar pesawat-pesawat Indonesia bisa terbang lagi ke Eropa," ujarnya dan menambahkan, "dengan kondisi seperti sekarang ini, target mendatangkan tujuh juta wisatawan mancanegara selama VIY 2008 hanyalah sebuah mimpi. Sementara itu, Drs Luther Barung, pelaku pariwisata lainnya mengatakan, pengusaha perjalanan wisata dituntut sikap patriotisme-nya untuk mempertahankan agar pariwisata nasional tidak sampai terpuruk akibat berbagai masalah yang terjadi di dalam negeri terutama kenaikan harga BBM dan ancaman krisis ekonomi. "Jangan hanya saat pariwisata menjanjikan keuntungan saja baru pengusaha mau bergerak, namun saat kondisi bangsa menghadapi kemelut, pengusaha enggan membantu," ujar mantan Kepala Kanwil Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Parpostel) Sulsel dan Bali itu. Menurut dia, pariwisata Indonesia pada tahun 2008 menghadapi banyak masalah sehingga yang penting sekali dilakukan oleh semua pihak terkait adalah menjaga agar sektor pariwisata bisa bertahan (survive) minimal seperti tahun sebelumnya. "Target tujuh juta wisman tahun 2008 yang ditetapkan Deparsenibud itu sulit tercapai. Kalau tercapai enam juta saja itu sudah bagus karena itu semua pihak terkait harus berusaha agar pariwisata Indonesia tahun ini tidak terlalu drop," ujarnya. Para pengusaha harus mengambil contoh pengalaman tahun 1997-1998 saat krisis ekonomi melanda Indonesia, dimana pengusaha hotel berani menurunkan harga sekalipun harga-harga barang lainnya melonjak tajam. Ini sekedar untuk bertahan agar operasional bisa "survive" dengan prinsip meminimalisasi kerugian, bukan mencari keuntungan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008