Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan mengalokasikan blok frekuensi sebesar 25 MHz kepada operator telekomunikasi yang membutuhkan tambahan frekuensi untuk memenuhi pengembangan layanan telekomunikasi di tanah air. "Kita sedang mengevaluasi operator seluler yang dimungkinkan mendapat alokasi tambahan frekuensi," kata anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Heru Sutadi, di Jakarta, Senin. Menurut Heru, untuk memenuhi lisensi modern penyelenggaraan telekomunikasi, BRTI telah membentuk Tim Evaluasi yang betugas mengukur kebutuhan frekuensi operator, jumlah pelanggan, komitmen perluasan jaringan, dan model bisnis yang diterapkan. "Tambahan frekuensi yang diberikan bagi mereka yang layak masing-masing sebesar 5 MHz," kata Heru. Saat ini tercatat lima operator yang memiliki lisensi seluler generasi ke tiga (3G) yaitu Telkomsel, XL, Indosat, Natrindo Telepon Seluler (NTS), dan Hutchinson CP Telecom Indonesia (HCPT). "Tiga operator yang sudah mengajukan permintaan frekuensi tambahan pada spektrum 2,1 GHz yaitu Telkomsel, Indosat, dan XL," katanya. Namun tidak seluruh operator akan memperoleh tambahan frekuensi karena juga didasarkan atas penilaian pemakaian lisensi frekuensi yang telah dikantongi masing-masing operator. "Frekuensi merupakan sumber daya terbatas, sehingga ada nilai yang dikenakan bagi setiap frekuensi yang dialokasikan. Nilainya bisa saja seperti `upfront fee, saat lelang lisensi 3G dua tahun lalu yakni Rp160 miliar rupiah atau lebih," ujarnya. Direktur Utama Indosat, Johnny Swandi Sjam, menyambut baik rencana regulator yang akan memberikan tambahan frekuensi. "Kami akan mempelajari mekanisme alokasinya, karena tambahan frekuensi dapat meningkatkan layanan operator," kata Jhonny. Namun ia berpendapat, jika besaran biaya frekuensi tambahan sama dengan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi ketika lisensi pertama kali diberikan akan memberatkan operator karena saat ini model bisnis sudah berubah. Sementara itu, Dirut PT Excelcomindo Pratama (XL) Hasnul Suhaimi mengatakan, frekuensi 3G miliknya dialokasikan 70 persen untuk data dan sisanya bagi layanan suara (voice). Sementara itu, pengamat telematika Abimanyu Panca Kusuma Wachjoewidajat berpendapat tambahan frekuensi merupakan bagian dari kebijakan ekspansi operator. "Namun, perlu perencanaan yang matang dan menyeluruh. Apabila ada operator yang sudah mengantungi izin tetapi tidak segera memanfaatkannya sudah tentu mengurangi potensi pemasukan negara," katanya. Di tempat terpisah, Ketua Komite Nasional Telekomunikasi Indonesia (KNTI) Srijanto Tjokrosudarmo meminta regulator berhati-hati dalam mengalokasi frekuensi tambahan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008