Bandarlampung (ANTARA News) - Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Suripto, kembali membeberkan skandal penggunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah bergulir sejak tahun 1997, selama 10 tahun tanpa penyelesaian yang tuntas dan berkeadilan. Dalam seminar nasional kasus BLBI yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unila, di Kampus Universitas Lampung (Unila), di Bandarlampung, Rabu, Suripto, membeberkan kebijakan pemerintah untuk mengucurkan dana bantuan bagi sejumlah bank nasional yang bermaalah pada tahun 1997 dengan jumlah mencapai ratusan triliun rupiah tersebut. Namun oleh para pemilik bank, kucuran dana (BLBI) itu, justru diselewengkan penggunaannya, seperti ditunjukkan dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dari total Rp144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan terdapat Rp84,84 triliun (58,7 persen) yang diselewengkan untuk berbagai keperluan di luar tujuan semula. Suripto menyebutkan, lima bank nasional yang menjadi pelaku penyimpangan terbesar dana BLBI itu, sesuai hasil audit BPK adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik konglomerat Sjamsul Nursalim, dengan nilai penyimpangan Rp24,47 triliun (28,84 persen). Begitupula Bank Central Asia (BCA) milik Keluarga Soedono Salim, dengan nilai penyimpangan Rp15,82 triliun (18,64 persen), Bank Danamon (Usman Admadjaja) dengan nilai penyimpangan Rp13,80 triliun (16,27 persen), Bank Umum Nasional (BUN) milik Bob Hasan/Kaharuddin Ongko yang menyimpangkan Rp5,09 triliun (6 persen), dan Bank Indonesia Raya (BIRA) milik Atang Latief dengan nilai penyimpangan Rp3,66 triliun (4,31 persen). Menurut Suripto, tatkala ditagih para obligor penerima dana BLBI itu yang adalah para konglomerat, malah enggan membayar. Begitu pula ketika dituntut malah balik menuntut, dan ketika diancam malah balik mengancam. Baru setelah pemerintah menunjukkan itikad bermain keras, mereka menjadi seperti tergopoh-gopoh menggelar perundingan untuk pembayaran yang tetap berlangsung secara alot. Para obligor BLBI itu, kata Suripto lebih lanjut, di hadapan para mahasiswa dan kalangan kampus di Unila itu, kepada pemerintah mengaku tak memiliki dana untuk melunasi dana BLBI yang telah digunakan sehingga menawarkan menyerahkan aset yang dimiliki. Kenyataannya justru terjadi penggelembungan nilai aset yang diserahkan atau mengurangi jumlah kewajiban yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Dia mengingatkan, kalau skandal BLBI itu tidak segera dituntaskan dan para obligor belum juga melunasi kewajibannya, dapat dipastikan dalam waktu selama 30 tahun ke depan setiap tahun sekitar Rp30 triliun hingga Rp60 triliun harus disisihkan untuk membayar bunga obligasi perbankan dari dana BLBI yang telah disalurkan itu. "Akibatnya pembiayaan pendidikan dan juga kesehatan harus dikurangi, termasuk juga sejumlah subsidi yang harus dipangkas," tutur Suripto pula. Ia menyebutkan pula bahwa langkah DPR RI mengajukan interpelasi kepada pemerintah dalam penyelesaian skandal BLBI yang belum juga tuntas kendati telah empat Presiden berganti setelah Soeharto itu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008