Herat, Afghanistan (ANTARA News) - Sebuah ledakan bom bunuh diri menewaskan 18 polisi dan warga sipil, Kamis, di provinsi Farah, Afghanistan barat, para pejabat menyatakan. Insiden itu terjadi di sebuah pasar dekat kantor polisi di distrik Del Aram, Farah, kata mereka, seraya menambahkan 15 orang lainnya cedera. "Sejauh ini, 18 orang termasuk polisi dan warga sipil tewas," kata gubernur Farah Rohul Amin kepada Reuters melalui telepon. Mengutip pernyataan para pejabat dekat lokasi itu, Amin mengatakan pembom itu mengenakan jubah burqa yang menutup seluruh tubuh yang biasanya dipakai wanita Afghanistan. "Saya tahu 18 orang tewas, tetapi tidak tahu apakah pembom itu seorang pria atau wanita, mengenakan burqa atau tidak," kata Juman Khan, perwira polisi dari Del Aram. Ia mengatakan dua kendaraan polisi hancur dalam serangan itu, terbaru dalam aksi kekerasan yang meningkat di Afghanistan dalam dua tahun belakangan ini, periode paling berdarah sejak Taliban disingkirkan dari pemerintahan tahun 2001. Seorang jurubicara Taliban , Qari Mohammad Yousuf mengemukakan kepada Reuters serangan itu dilakukan oleh seorang anggota kelompok itu, yang memimpin pemberontakan terhadap pemerintah dan pasukan asing. Ia mengatakan pembom itu adalah seorang pria. Taliban yang didukung Al Qaeda banyak menggunakan serangan-serangan bunuh diri dan ledakan bom pinggir jalan dalam aksi perlawanan mereka. Para gerilyawan itu sebagian besar aktif di daerah-daerah selatan dan timur dekat perbatasan dengan Pakistan, tetapi juga melancarkan serangan-serangan di beberapa kota besar,termasuk ibukota Darfur. Pasukan pimpinan AS menggulingkan pemerintah Taliban setelah para pemimpin mereka menolak menyerahkan pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden , arsitek serangan 11 September 2001 di AS. Lebih dari 12.000 orang tewas dalam pertempuran dan serangan gerilyawan sejak tahun 2006, kendatipun kehadiran 55.000 tentara asing yang dipimpin NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) dan militer AS. Beberapa politikus Barat baru-baru ini memperingatkan bahwa Afghanistan dapat terjerumus dalam anarki. Para pemimpin penting Al Qaeda masih berada di daerah itu dan frustrasi tinggi di kalangan banyak rakyat biasa Afghanistan tentang situasi yang tidak aman, lambatnya pembangunan dan pembangunan kembali serta korupsi yang mewabah. (*)

Copyright © ANTARA 2008