Jakarta (ANTARA) - Politisi Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan wacana pemindahan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan bukan sesuatu hal yang baru, melainkan telah disampaikan oleh para Presiden sebelum Jokowi.

"Hanya saja wacana pemindahan ibukota di era Presiden Jokowi jauh lebih maju dengan menyebutkan daerah yang lebih jelas, yaitu sebagian Kabupaten Penajam Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur," kata Ace dihubungi di Jakarta, Senin.

Baca juga: Pemerintah putuskan Penajam Paser Utara kawasan ibu kota barut

Baca juga: Ini dia alasan Jokowi pindahkan ibu kota ke Kaltim

Dia menyampaikan kebijakan pemindahan Ibukota dari Jakarta merupakan jalan keluar dari masalah Jakarta yang tidak lagi mampu menampung beban perkembangan yang tidak saja menjadi Ibukota Pemerintahan namun juga pusat bisnis yang semakin besar.

"Sementara, berbagai persoalan seperti kemacetan, jumlah kepadatan penduduk yang semakin tinggi, abrasi Jakarta, penurunan permukaan tanah, serta persoalan lainnya menjadi masalah serius yang patut mendapatkan perhatian," kata Ace.

Soal pemindahan Ibukota yang digagas Presiden Jokowi ke kedua kabupaten di Kalimantan Timur, Golkar meyakini hal itu sudah melalui studi kelayakan (feasibility study) dari berbagai dimensi strategis, baik dari segi letak geografis, ekonomi, politik, pemerintahan, pemerataan pembangunan, keamanan dan pertahanan nasional termasuk juga aspek potensi kebencanaan seperti gempa dan lain-lain.

Baca juga: Pengamat: Pemerintah harus siapkan warga Kaltim untuk Ibu Kota baru

Baca juga: Pemerintah pindahkan ibu kota karena beban di Pulau Jawa berat


Secara politik, menurut Ace, kebijakan ini berdampak positif bagi Presiden Jokowi jika kebijakan ini mampu dieksekusi dalam waktu kepemimpinan Jokowi selama lima tahun ke depan.

"Ini akan menjadi legacy yang dapat dikenang sebagai prestasi yang tidak akan pernah dilupakan bangsa Indonesia," jelasnya.

Namun demikian, karena kebijakan sangat strategis, kata dia, perlu disampaikan secara transparan dan terbuka kajiannya kepada masyaraka, mengenai alasan pemindahan, serta bagaimana konsep dan desain Ibukota baru, tata ruang, dan penganggarannya.

"Transparansi kajiannya penting untuk diketahui, terutama oleh DPR, karena menyangkut dengan aspek penganggaran dan dampak sosial, politik dan ekonominya," jelas Ace.

Dia mengatakan walaupun Presiden Jokowi mengatakan pembiayaan 19 persen bersumber dari APBN dan sisanya dari swasta, namun pembahasan feasibility study yang lebih partisipatif penting untuk melibatkan berbagai pihak untuk urusan yang sangat strategis tersebut.

Baca juga: Jokowi: Strategi baru diperlukan, termasuk buat regulasi

Baca juga: Ibu kota baru di sebagian Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara


Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019