PBB, New York, (ANTARA News) - Berbagai upaya guna mencegah hilangnya keragaman hayati mesti dimulai dari sektor pertanian, kata Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Kamis, dalam pesan pada Hari Internasional bagi Keragaman Biologi. "Hari ini menjadi pengingat mengenai pentingnya keragaman hayati di Bumi, dan sebagai seruan untuk menyadarkan mengenai kerugian yang sangat besar yang kita alami jika banyak spesies tak tergantikan mulai punah dengan sangat cepat," kata Ban. "Dalam setiap upaya guna menangani masalah ini, pertanian mesti dipandang sebagai titik permulaan," kata Ban, yang berbicara mengenai keberadaan tanaman dan ternak. Dari 7.000 spesies tanaman yang telah ditanam selama 10.000 tahun sejarah pertanian, hanya 30 jenis yang menempati posisi mayoritas makanan. "Mengandalkan begitu sedikit spesies untuk dijadikan makanan adalah strategi untuk kalah," Ban memperingatkan. Ia juga menyatakan dampak perubahan iklim pada tanaman pangan, yang mungkin membuat Afrika kehilangan hingga 30 persen tanaman pangannya paling lambat pada 2030. "Keragaman tanaman dan hewan adalah jaminan terbaik kita dalam menghadapi semua perubahan ini," katanya. Sesjen PBB tersebut juga merujuk kepada ancaman yang ditimbulkan oleh produksi hewan ternak bagi keragaman hayati karena itu menghasilkan lebih banyak buangan gas rumah kaca dibandingkan dengan alat angkutan. "Di Bumi, tempat penduduk diproyeksikan akan melonjak 50 persen pada tahun 2050, kecenderungan ini dapat menimbulkan kekurangan gizi dan kelaparan luas, menciptakan kondisi di mana kemiskinan, penyakit dan konflik dapat menggerogoti masyarakat," Kepala PBB itu memperingatkan. "Sangat terlambat untuk mengubah kerusakan yang telah dialami planet ini, tapi tak pernah terlalu cepat untuk mulai melestarikan semua yang telah tersisa," katanya. Pada Desember 2000, Sidang Majelis Umum PBB mengumumkan 22 Mei sebagai Hari Internasional bagi Keragaman Biologi (IDB) guna meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai masalah keragaman hayati. Tema IDB tahun ini adalah "Keragaman Hayati dan Pertanian".(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008