Jakarta (ANTARA News) - Menteri Negara BUMN, Sofyan A. Djalil, mengatakan pihaknya telah resmi memutuskan membentuk "holding" atau perusahaan induk perbankan, menyusul aturan kepemilikan tunggal (SPP/Single Presence Policy) yang ditetapkan Bank Indonesia (BI). "Kita sudah putuskan untuk membentuk `holding` perbankan," kata menteri di Jakarta, Jumat. Dikatakannya, implementasi rencana tersebut masih terus dibahas, karena menyangkut banyak pemangku kepentingan (stakeholder), sehingga pihaknya tidak dapat membuat keputusan sepihak. Pihaknya akan menyerahkan konsep "holding" perbankan yang sebelumnya dibahas tim internal Kementerian Negara BUMN kepada bank sentral pada Juni 2008 mendatang. "Tentang siapa `holding`-nya belum, yang penting konsepnya. Kita masih ada waktu dan akan kita pikirkan dengan lebih baik," katanya. Konsep yang akan diserahkan kepada BI merupakan langkah atau kepastian sikap yang akan dilakukan BUMN bidang perbankan. "Itu yang akan kita lakukan karena pada prinsipnya sudah ada kesepakatan dengan BI, kami akan ikuti SPP yang ditetapkan BI," katanya. Menteri menekankan "holding" BUMN perbankan tidak berarti empat BUMN dimerger menjadi satu, tetapi lebih kepada kepatuhan terhadap aturan SPP yang ditetapkan bank sentral bahwa satu pemilik hanya boleh memiliki satu bank. Padahal, saat ini pemerintah memiliki empat perbankan nasional, yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN. "Kalau kita `holding`-kan, kepemilikan menjadi satu dan negara memiliki pada `holding`-nya saja," katanya. Terkait arahan "holding", pihaknya belum bisa memutuskan rencana jangka panjangnya, tetapi yang terpenting pihaknya akan tetap menjalankan batas waktu yang ditentukan BI. Keringanan aturan Sejak akhir tahun lalu, Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil telah mengajukan keringanan aturan kepemilikan tunggal (SPP/Single Presence Policy) bagi bank-bank BUMN kepada bank sentral. Meneg BUMN juga sudah bertemu dengan Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan beberapa waktu lalu untuk membahas permasalahan SPP tersebut. Surat keringanan SPP bagi bank BUMN yang telah dikirimkan ke BI itu pada intinya meminta perpanjangan waktu bagi bank-bank BUMN untuk menunda pelaksanaan SPP. Pada dasarnya pihaknya mendukung kebijakan SPP tersebut, tetapi masih perlu merancang perencanaan yang detail untuk menghadapinya. Sofyan Djalil sebelumnya telah mempresentasikannya di hadapan Menteri Keuangan dan membahasnya dengan Menko Perekonomian. Dalam aturan SPP dinyatakan suatu pihak diperbolehkan menjadi pemilik saham pengendali pada satu bank saja. Untuk itu bila ada pihak yang terkena ketentuan tersebut, maka diberikan tiga opsi untuk merestrukturisasi kepemilikannya. Opsi pertama adalah melalui pengalihan saham, kedua melalui merger atau akuisisi, dan yang terakhir melalui pembentukan perusahaan induk (holding company). Saat ini pemerintah memiliki secara mayoritas saham-saham di bank BUMN, sehingga secara otomatis pemerintah terkena aturan tersebut. (*)

Copyright © ANTARA 2008