Jakarta, (ANTARA News) - Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Abubakar Nataprawira mengatakan mahasiswa terlebih dahulu menyerang polisi di depan dan di dalam kampus Universitas Nasional (Unas) saat unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, Sabtu di Jakarta. "Ratusan mahasiswa melempari polisi dengan batu, botol dan bom molotov padahal polisi sedang istirahat di depan kampus Unas. Bahkan, ada polisi yang tertidur karena kecapekan," kata Abubakar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Minggu. Ia mengatakan, hujan lemparan benda keras dan bom molotov ini membuat polisi berlindung dengan tameng."Lemparan baru mahasiswa juga mengenai warung-warung di sekitar lokasi kejadian," kata Abubakar. Untuk menghentikan serangan itu, maka polisi serempak maju untuk menangkap mahasiswa yang berjumlah ratusan itu sebab tindakan itu sudah bukan bagian aksi unjuk rasa melainkan tindakan anarkis yang harus ditindak secara hukum. "Sebagian tertangkap di depan kampus sedangkan sebagian kabur ke dalam kampus. Yang ke dalam kampus ya dikejar hingga tertangkap," katanya. Aksi serangan mahasiswa kepada polisi itu terjadi pada pukul 04.30 WIB. Malam harinya, Jumat (23/5), sekitar pukul 20.00 WIB, polisi sempat diserang dengan bom molotov namun aksi ini mereda pada pukul 22.00 WIB. "Antara pukul 22.00 WIB hingga 04.30 WIB, situasi tertib. Mahasiswa masuk ke dalam kampus, polisi di luar. Karena itulah, polisi santai-santai di luar kampus untuk istirahat. Tidak diduga, pagi hari pada pukul 04.30 WIB, polisi diserang ratusan mahasiswa," katanya. Abubakar menyatakan, polisi berwenang masuk ke dalam kampus ketika mengejar orang yang terlibat dalam tindak pidana. "Tidak ada hukum dan aturan yang melarang polisi masuk ke dalam kampus ketika mengejar pelaku tindak pidana," katanya. Polisi hanya tidak boleh masuk ke dalam kompleks perwakilan negara asing. Tindakan masuk kampus ini berbeda jika ada aksi unjuk rasa atau keramaian dalam kampus. "Kalau ada unjuk rasa dalam kampus, polisi baru akan masuk kampus jika diminta pihak rektorat. Ini lain dengan di depan Unas dimana polisi mengejar pelaku tindak pidana yang lari ke dalam kampus," katanya. Abubakar menyayangkan jika ada pihak-pihak yang menyebutkan bahwa "polisi menyerbu kampus" sebab yang dilakukan adalah menangkap orang berbuat anarkis. Ia membantah bahwa polisi menjarah warung-warung yang ada di depan kampus."Botol minuman milik warung itu bukan dijarah polisi tapi diambil mahasiswa lalu dipakai untuk melempari polisi," katanya. Dalam kasus ini, polisi telah menangkap 166 orang mahasiswa dan warga masyarakat yang ikut aksi unjuk rasa. Setelah diperiksa, Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan 55 mahasiswa sebagai tersangka kasus narkoba sebab mereka kedapatan mengedarkan, menyimpan, memiliki dan memakai ganja. Dari jumlah itu, 39 mahasiswa tidak ditahan karena hanya memakai ganja namun proses hukum tetap jalan terus."16 mahasiswa lainnnya ditahan karena melanggar UU No 22 tahun 1997 tentang narkotika," katanya. Selain itu, ada 18 mahasiswa ditahan dengan tuduhan melanggar pasal 160 KUHP tentang menggerakkan orang lain berbuat tindak pidana, 170 KUHP tentang pengeroyokan, pasal 212 KUHP tentang melawan petugas dan pasal 214 KUHP tentang secara bersama melawan petugas hingga luka-luka.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008