Surabaya (ANTARA News) - Konsep eco-design bukan sekadar untuk penghematan dan kecenderungan (trend) yang sifatnya sesaat, namun pemikiran mengurangi beban alam akibat ulah atau gaya hidup manusia. "eco-design adalah penerimaan kepada alam tanpa jarak untuk saling melengkapi seperti halnya budaya dan tradisi yang hidup berdampingan dengan alam," kata pakar eco-design dari Yogyakarta, Eko Prawoto, di Surabaya, Selasa. Ia mengemukakan hal itu dalam seminar nasional eco-design yang digagas Jurusan Desain Interior Fakultas Seni dan Desain (FSD) Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya dengan beberapa pakar eco-design, diantara Adi Purnomo dan Baskoro Tedjo. Menurut Eko Prawoto yang juga Dekan Fakultas Teknik Sipil di Univesitas Kristen (UK) Duta Wacana, Yogyakarta itu, tritisan (emper atap) dan pagar adalah contoh menarik. "Bangunan yang terbuat dari kayu akan rawan terhadap air, karena itu detail sambungan tritisan perlu dijaga tetap kering agar tak membusuk. Hukum alam itu perlu dijaga dengan kreatif," katanya. Pagar adalah contoh lain. "Pagar dapat dijadikan indikator sosial, semakin tinggi dan kokoh pagarnya, maka kawasan yang ada memiliki ikatan sosial yang rapuh. Design juga harus menyembuhkan penyakit sosial itu," katanya. Oleh karena itu, katanya, konsep eco-design adalah pro-alam, pro-kehidupan, pro-kebersamaan, fleksibel, adaptif, local organic material, dan local skill/craftmenship. "Pro-alam itu selaras iklim, arah angin, arah aliran air, dan seterusnya. Pro-kehidupan adalah memperhatikan kesinambungan untuk kebersamaan. Fleksibel adalah siap mengubah suasana," katanya. Sementara itu, adaptif adalah menyesuaikan dengan fungsi. Local organic dan local skill adalah menggunakan bahan lokal dengan keterampilan lokal Senada dengan itu, ahli perancangan arsitektur Institut Tekonologi Bandung (ITB), Ir Baskoro Tedjo MSEB PhD, mengatakan bahwa eco-design adalah kearifan loka, karena eco-design adalah proses belajar terus-menerus. "Ambil contoh feng shui Cina, primbon Jawa, hasta kosala Bali, atau sumber energi yang bergerak di alam seperti ombak, petir, angin, atau matahari yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia," katanya. Pembicara lain dalam seminar itu menambahkan, alam itu didesain teratur tanpa ada yang terbuang. Bila ada limbah, maka limbah dari alam akan berguna untuk kelanjutan siklus. "Misalnya, kotoran manusia yang menjadi pupuk tanaman atau dimakan ikan, kemudian tanaman dan ikan itu tumbuh dan dimakan manusia," katanya menambahkan. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008