Jakarta (ANTARA News) - Krisis listrik Indonesia merupakan hambatan terbesar bagi dunia usaha untuk meningkatkan daya saingnya sehingga menurunkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) bidang Energi Erwin Aksa, di Jakarta, Selasa, menilai bahwa problem listrik akan terus berlarut-larut bila pemerintah tidak segera mengupayakan solusi yang komprehensif. "Pemerintah harus tegas mengevaluasi berbagai komitmen pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batubara yang tidak jalan. Proyek ini sangat penting bagi daya saing negeri ini," ujar Erwin yang juga CEO Bosowa Corporation. Selama ini, berbagai program pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batubara berdaya 10 ribu MW memang masih terkatung-katung. Oleh karena itu, katanya, proses pengelolaan sumber energi ini harus terus dibenahi. Ia mengatakan, konversi bahan bakar untuk pembangkit tersebut akan menghemat Rp73 triliun. Erwin juga mengusulkan dibentuk kementerian tersendiri yang mengatur masalah listrik. "Pembangunan Indonesia sangat tergantung dengan masalah listrik. Bahkan investor akan enggan masuk (berinvestasi) bila kondisinya masih seperti ini," jelasnya. Dia mencontohkan beberapa negara tetangga seperti China dan Vietnam yang benar-benar menjaga pasokan listrik di kawasan industrinya. "Kami di Bosowa setiap harinya harus mematikan listrik 5-6 jam karena tidak adanya listrik. Berarti ada kapasitas yang terbuang. Akibatnya, produk kami jadi lebih mahal dibandingkan dengan produk lain atau semen dari negara lain," kata pria kelahiran Ujung Pandang, 7 Februari 1975 itu. Pasokan listrik PLN yang tidak bisa diandalkan juga membuat industri manufaktur harus membangun sendiri pembangkit listriknya. "Ini sudah terjadi di pabrik-pabrik garmen di Jawa Barat. Kami juga sedang mengkaji proses pembangunan pembangkit. Akibatnya ini kan tambahan biaya produksi bagi kami," katanya. Erwin menambahkan bahwa ketahanan energi dan ketahanan pangan idealnya menjadi prioritas bagi pemerintah. Sementara terkait dengan produksi minyak yang tidak juga mengalami peningkatan yang signifikan, Erwin menilai bahwa kondisi Indonesia tidak sebaik negara-negara yang gencar melakukan eksplorasi. "Rusia, India, dan China sekarang sudah mulai menikmati hasil dari eksplorasi yang mereka lakukan. Indonesia ini masih tidur, `sleeping giant` (raksasa yang tidur)," katanya. Langkah pemerintah untuk membentuk Dewan Energi Nasional juga dinilai langkah positif. HIPMI termasuk yang merekomendasikan pembentukan dewan tersebut. Demi mencari solusi mengenai ketahanan pangan dan ketahanan energi, HIPMI berencana menggelar Dialog Nasional di Sumatera Selatan awal Juli. Acara yang rencananya akan dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla tersebut akan membicarakan mengenai berbagai langkah antisipasi yang dilakukan untuk menghindarkan Indonesia dari krisis energi dan krisis pangan yang berkelanjutan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008