Oleh A. Jafar M. Sidik Jakarta (ANTARA News) - Buku Unstoppable `Every 1,500 Years` Global Warming memesankan pemberontakan terhadap keyakinan dunia bahwa pemanasan global adalah ulah manusia dengan menyebut peristiwa cuaca itu sebagai fenomena alam biasa yang terjadi setiap 1.500 tahun. Sang pengarang, S. Fred Singer dan Dennis T. Avery, mengoleksi data kepustakaan yang melimpah dan menganalisisnya secara cermat laksana investigasi jurnalistik untuk menyerang asumsi, hipotesis, dan teori pemanasan global yang selama ini dipahami dunia. Sejak dari pengantar sampai kesimpulan, buku setebal 278 halaman (plus xxii) itu berisi "peperangan ilmiah" yang berpusat pada upaya menjawab satu pertanyaan yang tercantum di halaman xii, "Apakah pemanasan global itu fenomena alam atau peristiwa antropologis (berkaitan dengan aktivitas manusia)? Salah satu ofensif ilmiah dari buku ini adalah serangannya terhadap asumsi bahwa emisi gas karbondioksida (CO2) di atmosfer sebagai penyebab memanasnya Planet Bumi. Berdasarkan data dan fakta historis yang ditemukan, mereka membantahnya dengan mengatakan konsentrasi CO2 yang berlebih di udara justru menguntungkan kehidupan. Lebih jauh, buku yang diterbitkan Rowman & Littlefield Publisher, Maryland, AS, 2007, itu menyatakan, periode panas seperti terjadi sekarang adalah bukan satu masa terpanas karena ribuan tahun lalu kondisi lebih parah sudah berulangkali terjadi, malah saat itu dunia belum mengenal emisi CO2. Kedua pengarang juga mengungkapkan, periode dingin ("global cooling") seperti Zaman Es jutaan dan ribuan tahun lalu justru lebih membahayakan kehidupan ketimbang periode panas (Pemanasan Global). Pandangan radikal kedua ilmuwan ini muncul ke permukaan setelah mereka mempelajari analisis dua pakar klimatologi Willi Dansgaard dan Hans Oeschger terhadap inti es di Greenland, Denmark, pada 1984. Selama ini, para ilmuwan meyakini bahwa efek rumah kaca akibat industri dan konsumsi energi yang tak terkendali adalah faktor di balik menipisnya lapisan atmosfer sehingga sinar matahari menerobos lebih deras ke Bumi dan membuat dunia menjadi semakin panas hingga muncul istilah Pemanasan Global. Tapi, Willi dan Hans melakukan terobosan dengan melakukan analisis perbandingan kandungan isotop oksigen-16 dan isotop oksigen-18 pada esktrak inti es Greenland. Dari analisis ini mereka memperoleh jejak rekam iklim dunia dalam 250 ribu tahun terakhir. Analisis Willi dan Hans lalu disandingkan dengan hasil penelitian para pakar geologi dan geofisika lainnya terhadap sedimen-sedimen bawah laut yang ternyata juga merekam siklus iklim Bumi. Tidak hanya pakar geologi, hasil analisis yang dibuat para klimatolog, fisikawan, kimiawan, sampai arkeolog dan antropolog juga diadopsi untuk menguatkan asumsi baru mengenai muasal Pemanasan Global ini. Dari kumpulan data dan analisis pakar ini, kedua pengarang mengajukan asumsi bahwa pada jutaan tahun terakhir ini telah terjadi 600 periode panas dan 599 periode dingin yang datang silih berganti setiap 1.500 tahun. Keyakinan ilmiah inilah yang akhirnya mendorong kedua pakar menyerang habis-habisan Panel Internasional untuk Perubahan Iklim (IPCC), PBB, dan Protokol Kyoto. Bahkan, kampanye lingkungan dari mantan Wapres AS Al Gore lewat film "An Inconvenient Truth" disebutnya sebagai tak lebih dari promosi politik karena tak menyediakan argumentasi ilmiah yang pantas. Segala asumsi tradisional mengenai pemanasan global pun dikuliti habis oleh kedua ilmuwan dengan mengonfrontasikannya terhadap data dan fakta yang mereka peroleh. Verifikasi ilmiah itu di antaranya kritik terhadap akurasi pemetaan pemanasan global lewat Model Sirkulasi Global --pemodelan kecenderungan iklim lewat rekayasa komputer-- yang dinilai telah mengabaikan fakta. Setelah mempelajari catatan temperatur Bumi yang direkam satelit dalam 27 tahun dan 50 tahun terakhir, mereka melihat hasil perhitungan Model Sirkulasi Global tidak faktual karena selama kurun waktu itu dunia tidak lebih panas seperti diprediksi Model, melainkan lebih dingin. Serangan berikutnya tertuju pada pemetaan perubahan klimatologis dan ekosistem yang ditengarai berkaitan dengan Pemanasan Global. Asumsi ini ternyata tak bisa dibenarkan sehingga penolakan merembet ke klaim-klaim yang menyatakan Pemanasan Global adalah penyebab naiknya permukaan air laut, punahnya satwa langka, kekeringan dan banjir, cuaca yang mengganas, dan naiknya angka kematian manusia. Semua argumentasi mengenai hal itu dipaparkan dalam lima bab. Setelah itu, kedua ilmuwan menyerang kritik mayoritas ilmuwan terhadap posisi industri dan kemajuan teknologi yang disebutnya tidak proporsional karena telah mengesampingkan kontribusi industri bagi pemajuan kehidupan dan mempermudah manusia dalam merespon dinamika alam. "Kemajuan teknologi kedokteran modern di abad 21 justru membuat manusia lebih sehat dan lebih lama hidup, padahal saat itu iklim Planet Bumi kian memanas," kata mereka mencontohkan. Tapi buku ini juga banyak dipertanyakan mengenai kejelasannya sebagai sebuah karya ilmiah yang harusnya netral. Serangannya yang agresif terhadap mereka yang percaya bahwa manusia penyebab pemanasan global membuat buku ini sulit untuk tidak disebut sebagai corong kaum industri. Apalagi Fred dan Dennis dinilai tak berani mengusik posisi korporasi dan industri dalam konteks Pemanasan Global sehingga cap corong itu semakin sulit mereka tepis. Padahal, industri ditengarai sebagai pihak yang paling berperan dalam pendegradasian atmosfer sehingga sinar matahari terasa makin panas dan menggantang Planet Bumi. Selain itu, buku ini juga disebut bernada politis karena secara sepihak menyudutkan Uni Eropa, PBB dan Protokol Kyoto. Kedua ilmuwan menyebut prakarsa Uni Eropa dan PBB tentang pengurangan emisi CO2 sebagai langkah yang tidak ilmiah dan "gaya-gayaan" karena Eropa dan PBB tak mampu menentukan pada tingkat berapa emisi CO2 bisa disebut tidak membahayakan Bumi. Di kesempatan sama, kedua ilmuwan memuji habis kalangan industri karena dinilai berperan dalam memudahkan manusia mencapai kehidupan yang lebih berkualitas, padahal banyak laporan menunjukkan industri adalah penyulut utama rusaknya ekosistem. Tapi, terlepas tuduhan menjadi corong industri dan kebijakan Pemerintah AS pimpinan George Bush yang juga pro industri, kedua pengarang mengajukan argumentasi-argumentasi sangat menarik sehingga asumsi mereka tentang Pemanasan Global tampak berlandaskan fakta yang kuat. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008