Denpasar (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Negara Ani Yudhoyono menyaksikan pertunjukan sendratari kolosal yang digelar pada malam pertama Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-30, di Taman Budaya Denpasar, Sabtu malam. Pertunjukan sendratari kolosal dengan judul "Somya Rupa" atau pengembalian wujud semula adalah garapan Institut Seni Indonesia (ISI) Bali dipimpin Prof Dr Wayan Rai S. Ribuan pasang mata menyaksikan pertunjukan sendratari yang memenuhi panggung terbuka Ardha Candra yakni panggung bulan sabit. Tampak Presiden Yudhoyono juga didampingi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik serta Gubernur Bali Dewa Made Beratha duduk di kursi paling depan berbaur dengan warga untuk menyaksikan kesenian yang ceritanya diangkat dari lontar/kitab Siwa Tattwa. Kepala negara saat menonton pertunjukan tersebut sesekali menoleh Menbudpar, dan tampak dari mimik menteri asal Bali itu seakan menceritakan isi dari pagelaran yang melibatkan ratusan seniman tari dan kerawitan. Dalam pertunjukan itu, diceritakan Dewi Uma diiringi oleh para bidadari sedang mengasuh anaknya bernama Sanghyang Rare Kumara didampingi Sanghyang Siwa di Sorga. Tiba-tiba Rare Kumara terjatuh dari pangkuan ibunya, berakibat kepalanya pecah dan mengeluarkan darah segar. Seketika Dewi Uma merangkul kembali anaknya yang masih bayi, namun anehnya darah Rare Kumara berbau harum, dengan serta merta dicicipi oleh Dewi Uma. Melihat gelagat tak wajar Sanghyang Siwa marah, seraya mengutuk Dewi Uma menjadi Durga dan menyuruh istrinya turun ke bumi menghuni kuburan (setra Gandamayu). Suatu ketika Sanghyang Siwa sangat merindukan Dewi Uma, setelah berubah wujud menjadi Sanghyang Kala Ludra, turunlah Dewa Siwa ke bumi menemui istrinya yang sudah menjadi raksasa. Pertemuan Kala Rudra dengan Durga berakibat guncangan yang sangat luar biasa, berakibat mewabahnya segala penyakit, pembunuhan, kebakaran hutan, tsunami dan disharmoni. Melihat kenyataan tersebut, maka Sanghyang Tri Semaya (Brahma, Wisnu dan Iswara) turun ke bumi untuk menetralisir keadaan dengan menggelar berbagai bentuk kesenian, yakni Brahma menjadi Telek (peret), Wisnu menjadi Topeng dan Iswara menjadi Barong. Berkat peran Sanghyang Trisemaya, keadaan dunia merangsur-angsur pulih kembali dan Kala Ludra serta Durga kembali ke wujud semula, yakni Dewa Siwa dan Dewi Uma dengan "Somya Rupa" (wajah suci). Dari cerita diatas disimpulkan, bahwa kesenian menjadi sangat vital dalam kehidupan untuk menjaga kesucian, keharmonisan dan kedamaian. Selain itu kesenian juga dapat dijadikan tontonan dan sekaligus tuntunan. Tuntunan itu berupa nilai-nilai luhur yang berguna bagi hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara maupun dalam konteks yang lebih luas. Pesta Kesenian Bali ini akan berlangsung selama sebulan hingga 12 Juli 2008. Selama berlangsungnya pesta tahunan ini setiap hari juga dipertunjukkan beraneka ragam kesenian daerah. Begitu juga kegiatan pameran kerajinan serta sarasehan budaya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008