Jakarta (ANTARA News) - Kendati menang dalam kasus gugatannya di pengadilan, pengamat politik dari CSIS J Kristiadi menyarankan agar Muhaimin meminta maaf pada Gus Dur demi soliditas PKB jelang Pemilu 2009. Hal itu dikemukakan Kristiadi saat berbicara dalam diskusi bertema "Peluang PKBB Pasca Konflik" di Kantor Lembaga Pemenangan Pemilu DPP PKB pimpinan Muhaimin Iskandar di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta, Minggu. Bagaimana pun, ujar Kristiadi, Muhaimin adalah sosok yang dibesarkan Gus Dur dan mantan presiden itu juga punya massa loyalis yang jumlahnya cukup banyak. "Permintaan maaf ini semata-mata demi menyelamatkan PKB menjelang 2009," katanya. Soal islah antara dua kubu PKB yang tengah bertikai itu, Kristiadi meyakini hal tersebut bukan mustahil terjadi apabila upaya-upaya pendekatan serta meminta maaf kepada Gus Dur tersebut terus dilakukan. "Di lingkungan NU tidak ada harga mati. Pada akhirnya nanti Gus Dur juga akan luluh," katanya seraya mengingatkan kubu Muhaimin agar tidak membuat pernyataan-pernyataan yang justru kontra produktif atau mencerminkan permusuhan. "Jika Gus Dur tidak mau (memberi maaf pada Muhaimin) coba terus dan jangan sampai bosan," katanya lagi. Dia juga mengatakan bahwa di kalangan nahdliyin itu ada tradisi mengunjungi pihak yang lebih tua sehingga silaturahmi Muhaimin kepada Gus Dur merupakan hal yang sangat wajar. Ditempat yang sama, Sekjen DPP PKB Lukman Edy mengatakan bahwa pihaknya memang sudah berencana untuk segera "sowan" kepada Gus Dur. "Biarkan Gus Dur turun dulu emosinya dan setelah netral kita akan datangi secara formal dan informal," ujar Lukman Edy yang juga Meneg PPDT itu. Mengenai upaya kasasi yang tengah diajukan pihak Gus Dur, Lukman Edy mengatakan bahwa pihaknya tetap optimis memenangkan perkara itu karena fakta-fakta di pengadilan sebelumnya tetap menjadi dasar keputusan kasasi. Dia juga menambahkan bahwa saat persidangan kasasi sejumlah gugatan terhadap DPP PKB sebelumnya, dirinya lah yang mengurusnya. "Jadi kita sangat tahu kekuatan dan kelemahan kita sendiri," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008