Garut (ANTARA News) - Polisi masih memburu Sekjen Serikat Petani Pasundan (SPP), Agustiana, yang diduga terlibat pembalakan hutan-hutan di wilayah Jawa Barat bersama para anggota organisasi yang dipimpinnya. Agustiana telah dimasukkan ke dalam daftar utama orang yang dicari polisi sehingga seluruh jajaran kepolisian di mana pun berwenang menangkapkan, tidak hanya kepolisian di wilayah hukum Jabar dan Polwil Priangan, kata Kapolres Garut, AKBP Rusdi Hartono, Kamis. Meski memiliki tempat tinggal dan Kantor SPP di Garut, namun ketika didatangi yang bersangkutan tidak ada di tempat, maka perburuan pun akan terus dilakukan, katanya. Sekjen Agustiana diduga kuat terlibat memobilisasi anggota SPP melakukan pembalakan hutan di sejumlah daerah, bahkan berdasarkan dokumen Kepolisian dan Perhutani, ia bersama organisasinya diindikasikan sebagai penyebab ribuan hektar hutan Jabar gundul. Dia pun bersama kelompoknya diduga telah melakukan penyerobotan lahan dan penebangan hutan secara ilegal, kemudian gelondongan hasilnya dilego seharga Rp50 juta per truk, selanjutnya lahan tersebut dibabat dan dijadikan lahan pertanian oleh petani SPP. Diantaranya di hutan Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Ciamis serta lahan perkebunan sawit di wilayah Garut selatan. Sebagaimana diungkapkan Kapolda Jabar, Irjen Pol Susno Duadji, pihaknya tidak melarang organisasi SPP karena bertujuan untuk memakmurkan petani, namun pelanggaran hukum yang dilakukan DPO tidak dibenarkan dan tidak akan ada ujungnya, kecuali dipenjara. Ungkapan senada secara terpisah disampaikan Kabag Binamitra Polres Garut, Kompol Tatang Hidayat yang mengatakan, kegiatan penyelidikan juga dilakukan terhadap para pelaku lainnya. Agustiana dalam keterangannya via telepon yang diterima dengan handphone Deputi III SPP Yudi Kurnia di Kantor SPP Garut menyatakan, tuduhan terhadapnya masuk DPO tidak melalui proses hukum, melainkan Kapolda dinilai hanya sepihak berdasarkan aduan. Sehingga hal itu mereka lakukan sebagai upaya pembusukan karakter, karena yang diperjuangkan selama ini oleh SPP sesuai dengan dasar hukum, sehingga dikhawatirkan SPP yang memperjuangkan reformasi agraria dan bidang pendidikan bisa hancur, katanya. Bahkan hubungan lembaga ekonomi SPP dengan pihak luar, kredibilitasnya bisa diragukan, tegas Agustiana yang mengaku belum memperoleh surat pemanggilan dari Polda Jabar, dan akan dipenuhi jika surat panggilan tersebut sudah diterimanya. Dia mengaku pula tidak melarikan diri, melainkan ada di Komnas HAM untuk meluruskan tuduhan yang dianggap sebagai pelanggaran HAM dan mencermankan nama baik, diapun didampingi YLBHI, KPA, Solidaritas Wanita Indonesia dan Walhi, katanya. Sementara itu anggota Komnas HAM, Johni Nelson Simanjuntak juga melalui phonselnya menegaskan, penunjukan seseorang menjadi DPO tidak boleh sewenang-wenang karena ada prosedur yang harus ditempuh terlebih dahulu untuk memutuskan seseorang menjadi DPO. Dijelaskan, pernyataan Kapolda tidak sesuai kenyataan karena alamat Agustiana itu jelas, bahkan tuduhan Kapolda tentang pembalakan liar dinilai tidak jelas, sehingga Komnas HAM minta agar sebutan DPO yang bisa dianggap salah satu pelanggaran HAM agar dihindari dahulu. (*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008