Jakarta (ANTARA News) - Pasangan suami istri Noorca M. Massardi dan Rayni N. Massardi secara bersama meluncurkan karya fiksi mereka berupa novel bertajuk "d.I.a Cinta dan Presiden" dan kumpulan cerita pendek (cerpen) berjudul "I Don`t Care" Dikenal sebagai budayawan, wartawan, penyair, pengarang dan penulis skenario, Noorca mengatakan bahwa novel "d.I.a Cinta dan Presiden" setebal; 900 halaman adalah novel keempat setelah tiga novel sebelumnya, "Sekuntum Duri" (1978), "Merdeka Berdua" (1981), dan "September" (2007). Menurut budayawan kelahiran Subang, Jawa Barat, pada 28 Februari 1954 itu, novelnya kali ini pernah dimuat sebagai cerita bersambung di salah satu harian nasional pada rentang waktu 10 Januari 2007-18 Maret 2008. Mantan Ketua Komite Teater dan Ketua Dewan Kesenian Jakarta periode 1992-1993 itu menuturkan, novel yang merupakan novel sejarah dengan latar belakang tragedi Mei 1998 itu sangat kental dengan intrik politik dan romantika percintaan. Sementara sang istri, yang lahir di Belgia, 51 tahun yang lalu itu, mengungkapkan kumpulan cerpennya sebagai luapan emosi dan tumpahan amarah atas keadaan negara pada akhir-akhir ini. "Saya tidak bisa berdemonstrasi untuk menyampaikan rasa marah saya terhadap keadaan negara saat ini. Saya hanya bisa menulis," tutur perempuan lulusan Universitas Paris III Sorbonne Nouvelle itu mengomentari kumpulan cerpen setebal 160 halamannya. Mengaku berbagi perasaan yang sama, Noorca dan Rayni menegaskan, rasa sedih dan gembira bercampur aduk pada malam peluncuran kedua karya mereka tersebut. Senang karena akhirnya mereka bisa menyelesaikan secara bersama-sama, meski tidak di sengaja. Sedih karena latar belakang kedua karya tersebut adalah keadaan negara yang tengah amburadul, mengenaskan, tidak nyaman dan tidak membanggakan. Bahkan, pasangan yang telah dikaruniai dua anak itu sengaja mengenakan pita hitam pada lengan kiri mereka sebagai bentuk keprihatinan dan solidaritas pada seluruh rakyat Indonesia yang tidak berdaya dalam mempertahankan hak hidup dan hak asasi sebagai warga negara. "Ini untuk menandai kemarahan kami pada penyelenggara negara dan simbol keprihatinan terhadap nasib sebagian besar bangsa kita yang masih terzolimi," ujar Noorca menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008