Denpasar (ANTARA News) - Roda-roda lintasan produksi itu terus bergerak, membawa material pembuatan kulkas disambut ratusan tangan karyawan yang berderet bekerja bagaikan robot, memasang aneka suku cadang sesuai tugas masing-masing. Dari lembaran plat, dinamo, mesin pembeku (freezer), rangkaian kabel, aneka jenis baut, daun pintu dan engsel serta peralatan lainnya, dirangkai secara bergulir tanpa putus, hingga beberapa saat kemudian menjadi lemari es yang sudah dikemas dan siap dipasarkan. "Kalau dihitung perbandingan waktu dan jumlah kulkas yang dihasilkan, satu unit hanya memerlukan tempo 12 detik. Lihat saja lemari es yang sudah jadi terus `mengalir` dalam hitungan detik," kata Bambang Supriyadi, Refrigeration Division General Manager PT LG Electronics Indonesia (LGEIN) di Legok, Tangerang, belum lama ini. Pabrik 2 LGEIN tersebut terdiri unit I untuk pembuatan kulkas ukuran kecil memenuhi pasar dalam negeri dan unit II kulkas besar, berkapasitas 260-600 liter, yang 90 persen produksinya diekspor. Total produksi Divisi Kulkas LG tahun 2007 tercatat 1,35 juta unit, sedangkan tahun ini ditargetkan 1,7 juta unit. "Kami juga memproduksi kulkas sesuai pesanan berbagai perusahaan di berbagai negara dengan merek berbeda-beda," ucap Bambang. Sedangkan Pabrik 1 di Kawasan Industri MM2100, Cikarang Barat, Bekasi, memproduksi barang-barang Audio Visual seperti TV Plasma, TV LCD, TV Flat, monitor komputer, beragam produk Audio Video seperti Home Theatre, DVD Player dan HiFi. Seperti halnya kulkas, berbagai produk elektronik tersebut sebagian besar juga untuk memenuhi pasar berbagai negara, yang tahun 2008 ini ditargetkan menghasilkan 9,8 juta unit, meningkat dari tahun sebelumnya 8,5 juta unit. Hanya produk pesawat handphone atau telepon selular yang masih diproduksi di pusat perusahaan tersebut di Korea, yang sebagian produksinya dipasarkan di Indonesia. Perusahaan yang dirintis di Korea sejak tahun 1947 sebagai produsen elektronik dan kimia itu, tahun 1970 berkembang dengan aneka produk bermerek Goldstar. Baru tahun 2003 memperkenalkan "brand" LG, yang mengalami perkembangan revolusioner tiga tahun kemudian. Perusahaan itu kini memiliki 250 jaringan bisnis global, yang didukung sekitar 160 ribu pekerja di sejumlah negara, termasuk memproduksi berbagai merek produk elektronik, seperti Sony, Sanyo, Aiwa, Jivici dan lainnya. Kinerja ekspor yang luar biasa, merambah berbagai negara di dunia, membawa Lee Kee Ju, President Director LGEIN, kedua kalinya menerima Penghargaan Primaniyarta 2007 langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, setelah penghargaan serupa diterima tahun 2006. Perusahaan kelas dunia ini sekaligus meraih enam GFK Award 2008, yakni sebagai produsen elektronik nomor satu di Indonesia atas kinerja penjualan untuk kategori Audio Home System (Mini HiFi), Home Theatre Systems, Monitor LCD, TV Plasma, Lemari Es, dan Mesin Cuci. "Pencapaian yang luar biasa. Sebuah perusahaan memperoleh enam award sekaligus. Apalagi keberhasilan ini merupakan upaya LGEIN dalam mempertahankan prestasi yang lalu," tutur Guntur Sanjoyo, Country Manager PT GfK Marketing Services Indonesia. Berbagai kerberhasilan tersebut tentu tidak terlepas dari kiprah tangan-tangan terampil ribuan karyawan bersama manajemen perusahaan yang tiada henti melakukan inovasi produk sesuai selera pasar dunia dan kebutuhan masing-masing negara. Kalangan pimpinan perusahaan, seperti Budi Setiawan, National Sales GM LGEIN, merasa bangga dan puas atas berbagai prestasi tersebut, walaupun kini harus menghadapi tantangan gejolak perekonomian dunia sebagai dampak melonjaknya harga minyak dunia. Herman Surjadi, HR Director LGEIN, juga merasa senang, karena personel perusahaannya, termasuk ribuan karyawan, terus mendukung untuk bekerja keras, tanpa pernah muncul aksi-aksi unjuk rasa. Namun di balik keberhasilan itu, kalangan karyawan, di antara ribuan buruh pabrik yang rata-rata lulusan SLTA, maupun level tenaga ahli, ketika ditemui masih mengeluhkan soal gaji dan kesejahteraan yang diperolehnya. "Gaji pokok saya Rp1,35 juta. Kalau dihitung dengan tunjangan lainnya, sebulan kami dapat hampir Rp2 juta. Tetapi pendapatan itu belum mencukupi kebutuhan hidup seiring melonjaknya harga-harga belakangan ini," kata karyawan yang ditemui saat istirahat suatu siang. Seorang karyawan lulusan S1 sebagai teknisi, mengaku bergaji Rp2,5, dengan total pendapatan lebih dari Rp2,7 juta sebulan, juga menyatakan masih kebingungan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya di sebuah perumahan di Tangerang. "Saya bersyukur sudah mendapatkan rumah cicilan. Tetapi sebagian gaji untuk membayar cicilan rumah dan kreditan lainnya. Pemenuhan kebutuhan hidup semakin sulit setelah kenaikan BBM yang diikuti kenaikan harga-harga," ujarnya usai shalat Duhur. Di balik keluhan soal pendapatan dari perusahaan kelas dunia itu, pengakuan penyesalan muncul dari mulut Heri, mantan karyawan LGEIN yang kini bekerja di salah satu perusahaan pemasok kebutuhan bungkus pelindung kulkas di perusahaan itu. "Sekarang gaji saya hanya sesuai UMR, tak lebih dari Rp1 juta. Padahal dulu di LG hampir dua kali lipatnya," tuturnya seraya menyebutkan memilih keluar dari perusahaan itu karena tergiur pesangon Rp42 juta yang telah digunakan membeli rumah sederhana di Tangerang. Herwin Gultom, Manager HRM Group LGEIN, membenarkan bahwa secara periodik perusahaannya menawarkan program HCCR, yakni human capital competency reformation atau pemberian pesangon dalam program pembenahan karyawan. Melalui program tersebut, karyawan yang merasa sudah jenuh bekerja monoton, memilih berhenti dengan "tersenyum". Sementara perusahaan dapat menerima tenaga kerja baru yang masih segar, mampu memacu kinerjanya. Strategi ini tampaknya menjadi salah satu pendorong perusahaan elektronik kelas dunia ini mampu terus menampilkan kinerja prima, walaupun pendapatan karyawan yang tergolong cukup baik, masih juga dikeluhkan. (*)

Oleh Oleh Tunggul Susilo
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2008