Jakarta (ANTARA News) - Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas (FKDPM) meminta pemerintah meninjau kembali rencana membebankan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke daerah melalui formulasi dana alokasi umum dalam formula baru. Direktur Eksekutif Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas (FKDPM) Muliana Sukardi di Jakarta, Selasa mengatakan hal itu agar tidak menimbulkan dampak baru khususnya terhadap daerah penghasil migas yang selama ini sudah banyak "bersubsidi" melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Migas maupun kewajiban pemenuhan di dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO). "Rencana itu (pembebanan subsidi BBM ke daerah -red) perlu ditinjau kembali," katanya kepada ANTARA. Dikatakannya, daerah penghasil migas tidak sependapat dengan rencana pemerintah untuk menerapkan kebijakan pembebanan subsidi bahan bakar minyak kepada daerah, karena daerah sudah lama "berkorban" seperti melalui PBB dan DMO yang tidak sedikit jumlahnya. "Lebih dari itu, pengalihan dana alokasi umum untuk subsidi bahan bakar akan mengurangi dana pembangunan daerah yang sudah ditetapkan dalam APBD," ungkapnya. Selain itu, ia juga mengkhawatirkan rencana diterapkannya sistem insentif dan disinsentif bagi daerah yang berhasil atau gagal dalam menekan konsumsi bahan bakar bersubsidi mengingat daerah yang berkembang pasti peningkatan penggunaan BBM akan meningkat. "Yang penting efisiensi dalam penggunaaanannya," kata dia. Menurut dia, sejak PBB Migas diberlakukan (1983) sebagai faktor pengurang, unsur besaran yang dikurangkan itu tidak sepenuhnya kembali ke daerah, tapi dibagi kepada daerah lain sesuai dengan aturan pemerintah, seharusnya semua PBB yang pengurang tadi dikembalikan ke daerah yang bersangkutan. Artinya daerah penghasil sudah berkontribusi. Sementara melalui DMO daerah sudah menyumbangkan hampir 10 juta dolar AS per hari, dan selama diberlakukannya DMO daaerah tidak pernah menerimanya. DMO adalah kewajiban kontraktor untuk menyisihkan sebagian produksinya, maksimal 25 persen. Reformulasi DAU Saat ini pemerintah tengah mengkaji reformulasi perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) dalam APBN yang mengarah kepada adanya pembagian beban antara pusat dan daerah terkait meroketnya harga minyak. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Departemen Keuangan Anggito Abimanyu, pekan lalu mengatakan reformulasi DAU dilakukan agar pemerintah daerah bersama-sama dengan pemerintah pusat berbagi beban dalam menanggung kesulitan ekonomi akhir-akhir ini, terutama setelah naiknya harga minyak dunia. "Harga minyak asumsinya tinggi, otomatis perhitungan DAU juga naik sehingga kalau bisa DAU-nya dikasih cap maksimal," katanya. Anggito mengatakan, hingga saat ini belum ada bentuk final formulasi baru. Kejelasan bentuk reformulasi DAU tersebut baru akan diusulkan pada nota keuangan 2009 nanti. "Yang pasti, formula baru DAU nanti tidak akan menyalahi Undang-Undang yang berlaku. Reformulasi DAU ini juga menjadi keinginan dari daerah-daerah," katanya. Menurut dia, secara tidak langsung daerah juga ingin jumlah subsidi di APBN turun sehingga alokasi DAU-nya naik. "Dikarenakan beban subsidi juga menjadi bagian dari rumusan DAU sehingga daerah juga secara tidak langsung berusaha melakukan pembatasan konsumsi BBM," jelasnya. Namun demikian, Anggito mengatakan bahwa tidak selalu daerah berpenduduk banyak yang biasanya berkorelasi dengan jumlah konsumsi BBM, akan mengalami pengurangan DAU yang signifikan. "Formula DAU menempatkan kemampuan fiskal sebagai pengurang sehingga belum tentu daerah yang memiliki jumlah penduduk banyak kemudian jumlah DAU-nya juga berkurang," jelasnya. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008