Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III (bidang Hukum) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Gayus Lumbuun, di Jakarta, Selasa malam, mengatakan, Jaksa Agung Hendarman Supandji harus menjelaskan seputar skenario penangkapan Artalyta Suryani dalam Rapat Kerja dengan komisinya, Rabu besok. "Beberapa hal yang perlu mendapatkan penjelasan (dari) Jaksa Agung (Jagung) pada Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR RI besok (Rabu), antara lain tentang sudah tahunnya Pimpinan Kejaksaan Agung (Kejagung) tentang skenario penangkapan Artalyta Suryani (Ayin)," jelasnya. Sebagaimana pernah dijelaskan Jagung di pers, lanjutnya, skenario penangkapan Ayin itu direncanakan oleh Kejagung, dengan alasan demi keseimbangan. "Artinya, karena yang disuap (sudah) ditangkap, maka pemberi (suap) juga harus ditangkap," tambahnya mengenai salah satu alasan dari skenario penangkapan Ayin tersebut. Dalam hal ini, demikian Gayus Lumbuun, "apakah memang Kejagung telah meyakini melalui penyelidikannya, bahwa kasus tersebut merupakan penyuapan atau bukan?" Bisa saja, menurutnya, ini merupakan pemberian dalam hal yang lain. "Namun, mengenai penangkapan terhadap Jaksa Urip TG yang menerima uang, tentu patut untuk ditangkap, karena pemberian dalam bentuk apa pun adalah pelanggaran," tegasnya. Bentuk Konspirasi Sementara itu, dalam pandangan Gayus Lumbuun dkk, penangkapan Ayin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa hari kemudian (sesudah penangkapan Jaksa Urip TG), dapat dipahami berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Jaksa Urip. "Karena itu, Jaksa Agung harus secara terbuka menjelaskan kebijakan yang dilakukan oleh Pimpinan Kejagung lainnya, yang oleh masyarakat dispekulasikan sebagai bentuk konspirasi," ujarnya. Ini semua penting, katanya, agar menjadi jelas kepada publik dan demi citra Kejagung sendiri. "Kejelasan itu perlu, bahwa Jaksa Agung memang tidak terkait dengan hal ini. Dan Jaksa Agung dapat membersihkan lembaga Kejaksaan yang dipimpinnya dengan baik sesuai semangat reformasi dalam hal penegakkan hukum," kata Gayus Lumbuun lagi.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008