Singapura (ANTARA News) - Harga minyak melemah di perdagangan Asia, Rabu, menjelang laporan mingguan cadangan energi AS dan menyusul penolakan OPEC agar kartel itu meningkatkan produksinya. Kontrak berjangka minyak utama New York, minyak mentah jenis "light sweet" untuk pengiriman Agustus, turun 19 sen menjadi 136,81 dolar AS per barrel setelah meningkat 26 sen menjadi ditutup pada 137,00 dolar AS per barrel di New York pada Selasa. Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus turun enam sen menjadi 136,40 dolar AS menyusul kenaikan 55 sen menjadi 136,46 dolar AS di London. Harga minyak telah meningkat menjadi hampir dua lipat dalam setahun terakhir dan pekan lalu kontrak keduanya mencapai posisi perdagangan harian tertinggi mendekati 140 dolar AS per barrel. Melambungnya harga minyak mentah, di pasar yang menghadapi ketatnya pasokan, telah memicu protes di beberapa negara dan kecemasan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi global. Para pedagang akan memantau sinyal pasokan dalam laporan mingguan departemen energi AS, tentang cadangan minyak mentahnya uang akan dikeluarkan pada Rabu waktu setempat. "Orang sedang menunggu data cadangan minyak AS," kata Tetsu Emori, seorang fund manager pengelola aset Astmax di Tokyo, kepada AFP. Arab Saudi, eksportir minyak mentah terbesar dalam Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), dalam pertemuan para produsen dan konsumen minyak akhir pekan, mengatakan pihaknya akan meningkatkan produksi minyak harian lebih dari 200.000 barel menjadi 9,7 juta barrel. Namun Emori mengatakan langkah tersebut tidak berdampak nyata terhadap harga minyak mentah. Analis Sucden, Andrey Kryuchenkov menekankan bahwa "secara keseluruhan pasar masih mendaoat dukungan baik, meski Arab Saudi menjanjikan memompakan lebih banyak minyak." Presiden OPEC Chakib Khelil dan lainnya menentang seruan peningkatan produksi minyaknya. "OPEC sudah berbuat berbagai hal yang dapat dilakukannya dan harga minyak tidak akan turun," kata Khelil, Selasa. Negara-negara konsumen telah menyerukan OPEC agar meningkatkan produksinya. Kartel memproduksi sekitar 40 persen dari produksi minyak mentah dunia. Khelil menuduh tingginya harga di AS adalah dampak krisis subprime dan devaluasi dolar AS dan banyaknya dana panas yang mencari investasi dengan imbal hasil yang tinggi yang tidak dapat mereka temukan pada investasi lainnya. "Negara-negara anggota lainnya belum ingin meningkatkan produksi mereka karena melihat tidak ada kekurangan pasokan di pasar," kata sekretaris jenderal OPECAbdullah al-Badri. Emori mengatakan berlanjutnya kerusuhan di Nigeria menjadi faktor penting di pasar. Raksasa minyak Inggris-Belanda, Shell, mengatakan anjungan minyak lepas pantai di ladang minyak Bonga, Nigeria, telah beroperasi lagi pada Selasa, setelah diserang kelompok militan pekan lalu yang menghentikan produksi. Setelah kejadian tersebut, Shell mengatakan tidak dapat menjanjikan untuk mengirimkan 225.000 barrel per hari untuk Juni dan Juli. Para militan juga meledakkan saluran minyak pipa utama Chevron Nigeria akhir pekan lalu, mendorong raksasa minyak AS itu menutup operasionalnya, menghentikan produksi 120.000 barrel per hari, kata sebuah sumber industri. (*)

Copyright © ANTARA 2008