Jakarta (ANTARA News) - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak merasa ada menteri yang berasal dari PKS yang dituding "sontoloyo", akibat dianggap telah berseberangan dengan kebijakan yang diputuskan pemerintah soal kenaikan harga BBM. Presiden PKS, Tifatul Sembiring, yang dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat, menegaskan bahwa tudingan Kepala Badan Inteiljen Negara (BIN) Syamsir Siregar tidak jelas arahnya, apakah ditujukan kepada menteri dari partainya atau dari partai lainnya. "Mungkin menteri dari partai yang lain. PKS untuk sementara ini tidak merasa," kata Tifatul Sembiring. Tifatul menegaskan, menteri-menteri dari PKS yang duduk di kabinet tidak ada yang mengurusi masalah perminyakan, khususnya soal kenaikan harga BBM. "Menteri-menteri PKS itu kan mengurusi masalah olahraga, pangan, dan perumahan. Jadi tidak ada hubungannya (dengan kenaikan harga BBM.red)," katanya. Selain itu, lanjutnya, semua menteri kabinet berada di bawah koordinasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sehingga bagaimana mungkin ada menteri yang menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Sampai saat ini pun, katanya, belum ada teguran dari Presiden Yudhoyono terhadap para menteri yang berasal dari PKS terkait dengan pernyataan Kepala BIN. Mengenai pernyataan Kepala BIN tersebut, Tifatul tidak menganggapnya sebagai suatu hal yang penting. "Biarkan saja dia bicara begitu," katanya singkat. Sebelumnya, Sjamsir Siregar mengungkapkan ada menteri di kabinet yang ternyata menolak kenaikan harga BBM yang diputuskan pemerintah 23 Mei lalu. "Itu kan gak benar. Kalau dia rapat kabinet sudah putus, kok di luar ngomongnya lain. Sontoloyo," katanya, di Istana Negara Jakarta, Kamis (26/6). Koalisi Seimbang PKS memiliki tiga kader yang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), yakni Anton Apriyantono sebagai Menteri Pertanian, Adhyaksa Dault sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, serta Yusuf Asy`ari sebagai Menteri Perumahan Rakyat. Menyangkut koalisi di pemerintahan, Tifatul Sembiring menegaskan bahwa sejak awal PKS menganggap koalisi di kabinet sebagai koalisi seimbang yang hanya berlaku sampai 2009 atau berakhirnya masa jabatan Presiden Yudhoyono-Wapres Jusuf Kalla. "Koalisi seimbang artinya sebagai mitra koalisi maka kita bisa saling mengoreksi. Jadi, kalau pemerintah melakukan tindakan yang baik, maka PKS akan mengapresiasi. Tetapi kalau tidak, maka kita akan koreksi," katanya. Salah satu bentuk koresksi itu, lanjutnya, adalah sikap PKS di DPR yang menyetujui penggunaan hak angket DPR soal kenaikan harga BBM. PKS, katanya, menilai kebijakan pemerintah itu berdampak negatif terhadap masyarakat, sehingga PKS melakukan koreksi dalam bentuk menyetujui hak angket DPR. (*)

Copyright © ANTARA 2008