Jakarta (ANTARA News) - Fraksi PAN DPR RI menolak rekomendasi Paniia Kerja (Panja) Asumsi Makro Panitia Anggaran (Panggar) DPR mengenai pembatasan anggaran subsidi BBM untuk tahun anggaran 2009 karena hal itu berarti mengaitkan harga BBM bersubsidi ke harga internasional. Penolakan itu disampaikan Anggota Fraksi PAN DPR, Tjatur Sapto Edi, di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Panja Asumsi Makro DPR RI telah merekomendasikan pembatasan anggaran subsidi BBM tahun 2009 melalui bentuk penetapan besaran subsidi maksimal yang dapat diterima, penguncian defisit pada besaran 1,5 sampai dua persen dari Produk Domestik Bruto. Selain itu juga menyangkut penetapan rasio konstan selisih harga BBM bersubsidi dan harga internasional pada tingkat tertentu. Fraksi PAN menilai, pengaitan harga BBM bersubsidi ke harga internasional pada hakikatnya bertentangan dengan semangat Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945. Berdasarkan pasal itu, penentuan kebijakan terhadap cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak--sebagaimana halnya harga BBM--semestinya dikuasai (ditentukan) oleh negara dan tidak ditentukan oleh pasar internasional. "Rekomendasi Panja Asumsi Makro Panggar DPR tentang penetapan rasio konstan selisih harga BBM bersubsidi dan harga internasional pada tingkat tertentu adalah sangat aneh dan sangat liberal," kata Tjatur. Hal itu sama artinya dengan menyerahkan penentuan harga BBM bersubsidi kepada mekanisme pasar internasional. "Ini juga mencederai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah membatalkan Pasal 28 Ayat (2) UU No. 22/2001 tentang Migas," katanya yang menambahkan, pasal ini mengamanatkan bahwa penetapan harga BBM di dalam negeri tidak boleh diserahkan kepada mekanisme pasar. Fraksi PAN menilai, sangat ironis di saat DPR baru saja menyetujui angket BBM, ada Panja di di DPR yang justru mendorong liberalisasi harga BBM. Menurut dia, masih banyak cara untuk mengamankan APBN, seperti pembenahan subsidi di hulu melalui efisiensi pengadaan `crude` dan BBM. Selain itu, pembenahan di hilir, seperti menempatkan sasaran subsidi BBM dan listrik hanya kepada yang berhak. Di samping itu, untuk meningkatkan penerimaan negara melalui pengenaan pajak progresif atas "windfall profit", baik untuk migas maupun pertambangan, pengenaan DMO untuk migas dan batubara dan merenegosiasi utang.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008