Bandarlampung (ANTARA News) - Kalangan wartawan dan pekerja pers di Lampung diminta mewaspadai berbagai upaya skenario politik di saat terjadi persaingan di antara para calon kepala daerah, menjelang pemilu gubernur (pilgub) Lampung tahun 2008. "Wartawan itu dituntut harus cerdas, teliti dan telaten, sehingga tidak menjadi alat permainan politik elite di sini," kata pengamat politik dari Universitas Bandarlampung (UBL), Drs H Jauhari M Zailani MSc, di Bandarlampung, Senin. Menurut mantan Dekan FISIP UBL itu, kecerdasan para wartawan itu juga diperlukan, untuk dapat menyikapi tuntutan dan tarikan kepentingan politik maupun ekonomi dari pemilik atau pimpinan medianya masing-masing. "Apalagi media massa sekarang telah berkembang menjadi industri yang juga mengedepankan kapital di dalamnya, sehingga bisa saja kepentingan kapital itu lebih utama dibandingkan idealisme sebagai wartawan," kata pegiat Lampung Media Center (LMC) itu pula. Namun Jauhari mengingatkan, adanya risiko harus diambil dan dirasakan para wartawan yang berupaya tetap menjaga independensi, objektivitas dan nonpartisannya, seperti dijauhi lingkungan sekitar atau hanya menjadi wartawan yang "biasa-biasa" saja secara material walaupun berpeluang menjadi profesional dan terpercaya di mata pihak lain. "Sama seperti para akademisi yang harus tetap menjadi sosok yang cendekia dan mencari solusi masalah di lingkungannya, para wartawan itu juga harus merupakan figur yang cendekia dan bermanfaat bagi masyarakatnya," kata dia lagi. Pengamat politik lainnya, Suwarno Utomo yang juga dosen senior, mengingatkan kemungkinan skenario politik elite menjelang pilgub Lampung dapat "menjerat" maupun menjebak para wartawan dan media massa di daerahnya. "Jurnalis itu harus benar-benar jeli agar tidak terjebak dengan skenario politik elite yang pada akhirnya akan merugikan orang lain dan masyarakat banyak," kata Suwarno pula. Dia berpendapat, bisa saja wartawan atau media massa tertentu di Lampung melalui tulisannya mendukung calon tertentu. Namun dengan tetap mengedepankan alasan yang rasional dan objektif, bukan atas unsur kedekatan atau terlibat di dalamnya sebagai Tim Sukses ("TS"). Menurut Suwarno, bisa saja wartawan terlibat menjadi "TS" atau konsultan media calon kepala daerah tertentu, namun mesti mengikuti aturan main dan tetap mengedepankan etika profesionalisme wartawan, diantaranya mengambil cuti atau non aktif sebagai wartawan. Namun Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lampung, Juwendra Asdiansyah, justru mengingatkan agar para wartawan yang terlibat dalam aksi mendukung calon kepala daerah tertentu atau menjadi "TS" maupun pekerja media centernya, sebaiknya tidak lagi mengemban profesi sebagai jurnalis. Dia menilai, jurnalis yang menjadi "TS" itu sudah pasti tidak akan mengedepankan sikap dan perilaku yang independen dalam penulisan berita atau tulisan dan produk jurnalistik yang dihasilkan, tidak akan profesional dan objektif serta cenderung menyembunyikan fakta yang buruk atas calon yang didukungnya. Justru wartawan itu, akan dengan gampang mengumbar kejelekan dan kekurangan calon lain yang menjadi lawan politik calon yang dia dukung, antara lain dengan menggunakan media massa tempat dia bekerja. "Jadi sebaiknya wartawan yang menjadi TS atau terlibat dalam aktivitas politik praktis terjun secara penuh dan meninggalkan profesinya sebagai wartawan," ujar Juwendra pula.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008