Jakarta (ANTARA News) - Enambelas lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergabung dalam Indonesia Against Child Trafficking (ACT) di Jakarta, Senin, menggelar pertemuan dengan Fraksi PAN DPR RI membicarakan seputar rancangan undang-undang (RUU) Pornografi. Mereka menemui FPAN untuk memberikan masukan kepada DPR mengenai rancangan undang-undang itu, meski dalam siaran persnya ACT tidak menyebutkan alasan memilih PAN sebagai pintu menyampaikan masukan tersebut. Indonesia ACT menginginkan agar UU Pornografi ini nantinya menjadi Undang-Undang yang benar-benar bisa melindungi anak agar tidak menjadi korban eksploitasi seksual komersial dalam bentuk pornografi. Koordinator Presidium Indonesia ACT Emmy LS mengemukakan, segala bentuk pornografi anak di Indonesia tidak boleh ada, dan pemerintah harus menjamin bahwa pornografi anak tidak dapat diakses oleh anak-anak. Untuk itu, lanjut Emmy, diperlukan bab khusus mengenai pornografi anak untuk membedakannya dengan bentuk pornografi lainnya. Ia mengingatkan, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak melalui Keppres No.36/1990. Dalam konvensi tersebut secara eksplisit menyebutkan perlunya negara melakukan langkah-langkah yang sistematis untuk melindungi anak dari perdagangan, pornografi, dan prostitusi anak. Berdasarkan penelitian Indonesia ACT, terdapat dua hal yang berbahaya dalam pornografi anak, yaitu pelibatan anak dalam pornografi sama dengan mengeksploitasi anak bekerja dalam bentuk pekerjaan terburuk, dan membiarkan anak mengakses pornografi akan sangat berdampak pada proses tumbuh kembang anak. Dalam audiensi tersebut, Indonesia ACT memberi sejumlah masukan untuk RUU Pornografi, yaitu perlunya definisi khusus mengenai pornografi anak dan pelaku pornografi anak, serta memberikan hukuman yang berat terhadap pelaku pornografi anak. Selain itu, masukan penting lainnya adalah agar perlindungan korban pornografi anak sesuai dengan standar hak asasi manusia. Korban juga berhak untuk mendapatkan keselamatan, bantuan kesehatan baik secara medis maupun psikologis, dirahasiakan identitasnya, dan mendapatkan pendidikan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008