London (ANTARA News) - Harga minyak melesat ke rekor tertinggi ditutup mendekati 144 dolar AS per barrel pada Senin, akibat melemahnya dolar AS dan memanasnya kembali ketegangan di Iran di tengah protes melambungnya harga minyak mentah. Di London, minyak mentah Brent North Sea mencatat sebuah puncak historis 143,91 dolar AS per barrel dan di New York minyak mentah jenis "light sweet" mencapai rekor tertinggi selama ini 143,67 dolar AS. Setelah membentur sebuah puncak baru, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus kembali berada pada 140,40 dolar AS per barrel, naik sembilan sen dari penutupan Jumat. Kontrak minyak utama New York, minyak mentah light sweet untuk pengiriman Agustus, berada pada 141,21 dolar AS, naik satu dolar AS persis. Pada Senin, tingginya harga bahan bakar minyak memicu protes ribuan pengemudi truk di seluruh Perancis, menutup jalan raya utama dan menggertak lalu-lintas pulang pergi sekitar Paris. Sementara, kalangan produsen dan konsumen minyak, Senin (30/6), kembali bertemu di Madrid, Spanyol, guna membahas harga minyak dunia yang meningkat. Lebih dari 3.000 delegasi, termasuk kalangan perusahaan minyak utama dan tokoh politik, bertemu lagi setelah pertemuan di Jeddah, Arab Saudi, pekan lalu. Kongres Perminyakan Dunia Ke-19 yang dijadwalkan berlangsung sampai hari Kamis ini, akan membahas mengapa harga minyak naik tinggi. Pertemuan sebelumnya di Jeddah dinilai gagal menyelesaikan kasus harga minyak. "Harga minyak mentah telah terus meningkat, karena berlanjutnya pelemahan dolar AS terhadap mata uang utama lainnya," kata para analis konsultan energi John Hall Associates. "Ketegangan geopolitik juga jelas ... diberikan oleh berlanjutnya kerusuhan di Nigeria menyusul berita serangan-serangan lainnya terhadap infrastruktur minyak negara itu dan memansnya ketegangan antara Israel dan Iran." Di Nigeria, dua pria bersenjata tak dikenal dan dua warga sipil tewas terbunuh, dalam dua serangan pada Sabtu di selatan Pulau Bonny negara kaya minyak Nigeria, kata seorang juru bicara militer Senin. Bonny dihuni beberapa perusahaan minyak dan gas multinasional dan juga pusat produksi multi miliaran dolar gas alam cair Nigeria. Produksi harian Nigeria telah berkurang sekitar seperempatnya akibat serangan-serangan, penculikan dan sabotase di wilayah tersebut dalam dua tahun terakhir. Di tempat terpisah, ketegangan di produsen minyak mentah Iran juga mendorong harga minyak naik. Komandan armada kelima angkatan laut AS, Senin, memperingatkan bahwa Amerika Serikat tidak akan mengizinkan Iran untuk menutup Selat Hormuz, laut teluk yang dilalui banyak pasokan minyak dunia. "Mereka tidak akan menutup itut... Mereka tidak akan diizinkan untuk menutupnya," kata Laksamana Madya Kevin J. Cosgriff dalam sebuah konferensi pers di Bahrain, dimana armada kelima bermarkas. Harga minyak global telah berlipat ganda dalam setahun terakhir dan telah naik hampir 50 persen sejak awal 2008, ketika menembus 100 dolar AS untuk pertama kalinya, memicu kekhawatiran inflasi dan pelambatan pertumbuhan ekonomi. Negara-negara konsumen menuduh harga minyak tinggi karena ketatnya pasokan di tengah menguatnya permintaan, dan kerusuhan di negara-negara produsen seperti Iran, Irak dan Nigeria. Terutama, mereka menuduh OPEC tidak memproduksi cukup minyak mentah. Namun ke-13 negara Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), melemahnya dolar AS sebagai penyebabnya, karena mendorong permintaan minyak meningkat. Minyak dihargakan dalam dolar AS, dan menjadi lebih murah untuk para pemegang mata uang kuat non-dolar AS, demikian AFP.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008