Luwuk, Sulteng (ANTARA) - Lebih 20 tahun hidup tanpa lubang anus adalah sebuah penderitaan tersendiri bagi Sayati. Wanita kelahiran Desa Minakarya, Kecamatan Toili di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng), pada 9 September 1987 itu terpaksa buang air besar melalui kemaluannya. Terungkapnya kasus ini setelah pengurus sebuah partai politik di Kabupaten Banggai melakukan sosialisasi program partainya di Dataran Toili baru-baru ini dan menerima laporan dari masyarakat setempat. Nurwahid, ketua DPC Partai Patriot Kabupaten Banggai, kepada pers di Luwuk, Selasa, menyatakan setelah menyaksikan langsung kondisi Sayati yang sangat memprihatinkan itu, pihaknya segera melaporkannya kepada dr Ellen Mentang di Palu yang kebetulan merupakan Ketua DPD Partai Patriot Provinsi Sulteng. "Dokter Ellen yang mantan Direktur RSU Woordward Palu itu kemudian memerintahkan saya segera membawa Sayati ke RSUD Luwuk untuk dilakukan pemeriksaan, sekaligus meminta surat rujukan untuk kepentingan proses operasi ke rumah sakit lebih besar," tuturnya. RSUD Luwuk kemudian mengeluarkan surat rujukan untuk operasi Sayati ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Menurut Nurwahid, untuk menyelamatkan jiwa Sayati, buah hati dari pasangan Yatini dan Sayadi (eks transmigran asal Kabupaten Blora di Jawa Tengah) itu, dokter Ellen sudah memastikan akan membantu mengurus segala tindakan operasi serta kebutuhan pembiayaan lainnya. Karena itu, katanya, Sayati segera diberangkatkan ke Jakarta melalui Palu untuk menjalani operasi. Kepada ANTARA di Luwuk, Yatini yang ibu kandung dari Sayati menceritakan kelainan fisik putrinya itu baru diketahui setelah 15 hari usia kelahirannya, karena bayinya itu buang air besar melalui lubang kemaluan atau vagina. "Sudah banyak yang menyarankan segera dibawa ke rumah sakit besar guna dilakukan tindakan operasi, namun kami tidak memiliki kemampuan sehingga anak ini terpaksa dibiarkan begitu saja di dalam rumah," kata dia ketika mendampingi Sayati menjalani observasi pemeriksaan di RSUD Luwuk. Orang tua Sayati sendiri selama ini hanya menggantungkan hidup dari sebidang tanah sawah seluas ukuran 5.000 meter persegi, lahan usaha yang dibagikan pemerintah sejak mereka menempati Unit Pemukiman Transmigrasi Minakarya di Dataran Toili pertengahan tahun 1980-an. "Meski saya dan bapaknya Sayati sudah mencari tambahan penghasilan dengan menjadi buruh tani dan mencari makanan ternak untuk warga lain, namun penghasilan kami tetap tidak mencukupi untuk membiayai proses operasi anak kami yang khabarnya hingga mencapai ratusan juta rupiah," tuturnya. Yatini menambahkan penderitaan yang dialami anaknya itu sudah lama dilaporkan kepada pemerintah daerah setempat melalui Kepala Desa dan Camat, namun tak pernah mendapatkan tanggapan. "Saya sangat sedih atas kurangnya perhatian pejabat pemda, padahal kami selama ini memiliki kartu asuransi kesehatan untuk warga miskin (Askeskin)," tuturnya. Sementara itu, Direktur RSUD Luwuk, dr Syaiful Bahri, mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan pihaknya, Sayati tidak memiliki lubang anus, sehingga perlu mendapatkan tindakan operasi di rumah sakit besar. "Kemungkinan saluran pembuangan menuju anus dan saluran kemih tersambung, sehingga kotoran dari usus keluar melalui kemaluan,? katanya Nurwahid mengutip penjelasan dr Syaiful Bahri.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008