Serang (ANTARA) - Ratusan mahasiswa dan perwakilan petani yang tergabung dalam aliansi pejuang reforma agraria untuk rakyat melakukan aksi unjuk rasa di depan pintu gerbang Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) dan depan gedung DPRD Banten, di Serang, Selasa.

Dalam aksinya, mereka menganggap pemerintah tidak berpihak kepada nasib petani dan masyarakat kecil. Hal ini terbukti, banyaknya lahan persawahan beralih fungsi, serta program sertifikasi tanah gratis yang mengutamakan pemilik modal dan para penguasa. Serta konflik agraria yang puluhan tahun belum juga kunjung selesai.

"Kami saat ini mendampingi masyarakat di Kecamatan Cigemblong di Kabupaten Lebak yang konflik dengan PT Pertiwi Lestari seluas kurang lebih dua ribu hektar, sampai sekarang prosesnya sejak tahun 2007 belum juga tuntas," kata Sekjen Serikat Petani Indonesia (SPI) Banten Misrudin dalam orasinya.

Baca juga: Seorang polisi korban ricuh demo mahasiswa di Bandung masih dirawat

Tak hanya itu saja, kata dia, konflik agraria yang saat ini belum kunjung selesai masyarakat di Kecamatan Binuang, Kabupaten Serang dengan TNI AU. Belum lagi banyak kasus sengketa lahan atau konflik agararia yang belum diselesaikan yang akhinya merugikan petani kecil dan masyarakat lemah.

"Sengketa lahan antara TNI AU dengan masyarakat di Biunang seluas 712 hektar sejak tahun 1984 juga belum tuntas. Begitupun petani di Cibaliung Pandeglang terjadi konflik agraria dengan luas ribuan hektar, tidak juga selesai. Kenapa ini terjadi, petani dan masyarakat kecil yang dirugikan," kata dia.

Adapun program pemerintah pusat melalui BPN/ATR dengan sertifikat gratis, tidak ada keterbukaan informasi dari masing-masing BPN didaerah.

"Tahun ini kami dapat informasi ada 35 ribu bidang yang mendapatkan program sertifikat gratis. Jangan-jangan ini lahan adalah milik perusahaan atau pejabat," katanya.

Baca juga: Demo mahasiswa di Kota Malang diwarnai aksi kericuhan

Selain itu, terkait dengan alih fungsi lahan dari pertanian ke program pembangunan pemerintah, sampai dengan tahun ini, pemerintah belum memiliki data, berapa banyak lahan yang sudah beralih fungsi.

"Data yang ada itu tahun 2014, kita mempertanyakan ada berapa lagi lahan pertanian di Banten, dan pemerintah sampai saat ini belum dapat menyampaikan angka pastinya," katanya.

Kordinator Aksi Arman Maulana meminta pemerintah Provinsi Banten bersama BPN dan juga DPRD Banten segera melakukan reformasi agraria dengan sebenar-benarnya yang berpihak kepada kepentingan masyarakat kecil dan para petani imbuhnya.

Ia juga mendesak pemerintah Provinsi Banten dan DPRD Banten segera membentuk perda perlindungan petani dan nelayan serta lahan pertanian pangan berkelanjutan.

"Kami ingin punya tanah, kami petani kecil, banyak jasa-jasa yang dirasakan masyarakat dari para petani. Tanah kami minta dikembalikan kepada kami," kata Rais salah seorang perwakilan petani yang ikut berunjukrasa.

Dalam kesempatan tersebut, Sekda Banten Al Muktabar, Ketua DPRD Banten sementara Andra Soni serta perwakilan BPN Banten menemui pengunjukrasa di depan gerbang DPRD Banten. Kepada para pengunjukrasa, Ketua DPRD Banten, Sekda dan Perwakilan BPN Banten berjanji akan segera membahas berbagai aspirasi dan masukan dari mahasiswa tersebut terutama perda perlindungan petani dan nelayan.

Baca juga: Mahasiswa Universitas Pakuan kepung Balaikota Bogor

Ketua Sementara DPRD Banten, Andra Soni berjanji akan meminta kepada pihak-pihak terkait agar lebih fokus lagi kepada sektor pertanian.

"Menjadi catatan bagi saya, dalam rapat yang saya pimpin akan saya sampaikan, ternyata Banten sejahtera masih jauh. Petani banyak yang mengeluh karena alih fungsi lahan," katanya.

Sekda Banten, Al Muktabar mengaku pihaknya akan duduk bersama dengan seluruh pihak termasuk BPN Banten, untuk memetakan persoalan dan aspirasi petani.

"Kita akan merespon, dan akan cari solusi untuk pembangunan Banten, mengadakan permuan dari unsur-unsur tersebut. Kita bikinkan rumusan, lalu akan kita kirim ke mereka (hasil koordinasi)," kata Al Muktabar.

Adapun banyaknya alih fungsi lahan, diakui Al Muktabar hal tersebut tak dapat dihindarkan, karena perkembangan zaman dan kebutuhan pembangunan."Menyusut, konsep dunia pertumbuhan penduduk, ada bonus demografi yang harus kita kelola dengan baik. Ada banyak solusi untuk menangani apa-apa atas keterbatasan kita, salah satunya teknologi," kata AL Muktabar.

Ditempat yang sama Kabid Penataan Pertanahan pada Kanwil BPN/ATR Banten, Antonio Silaen mengaku program sertifikasi 35 ribu bidang,seluruhnya diperuntukan bagi masyarakat kurang mampu. Tidak ada milik perusahaan atau pejabat.

"Makanya tadi, kami telah meminta kepada rekan-rekan, tolong mengawasi kinerja kita. 35 ribu bidang itu ada di Kabupaten Lebak, Pandeglang dan Kabupaten Serang. Dan silahkan cek kalau ada tanah pejabat," katanya.

Dalam pemberitaan sebelumnya Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan DPR melalui forum Badan Musyawarah (Bamus) pada Senin (23/9) dan forum lobi hari ini sepakat untuk menunda RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan untuk memberikan waktu kepada DPR maupun pemerintah untuk mengkaji dan mensosialisasikan kembali secara masif isi dari kedua RUU tersebut agar masyarakat lebih bisa memahaminya.

Sedangkan dua RUU lainnya, menurut dia, yaitu RUU Pertanahan dan RUU Minerba masih dalam pembahasan di tingkat I dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo juga meminta penundaan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang kepada DPR RI.

"Sekali lagi, RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU KUHP, itu ditunda pengesahannya. Untuk kita bisa mendapatkan masukan-masukan mendapatkan substansi-substansi yang lebih baik, sesuai dengan keinginan masyarakat," kata Presiden dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin sore (23/9).

Presiden berharap pengesahan sejumlah RUU itu akan dilakukan oleh DPR RI periode 2019-2024.

Baca juga: Mahasiswa diingatkan waspada demo disusupi kelompok anarkis

Pewarta: Mulyana
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019